Lihat ke Halaman Asli

Etwar Hukunala

Freelancer I Karyawan Honorer

Tradisi Sasi: Kearifan Lokal Sebagai Alat Anti Korupsi

Diperbarui: 10 Juli 2024   10:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Acara Tutup Sasi Adat Warga Kawe, Kepulauan Wayag (sumber : www.papua.us)

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman budaya dan tradisi lokal. Salah satu tradisi yang masih bertahan hidup hingga kini adalah sasi, merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang banyak ditemukan di wilayah Maluku dan Papua.

Tradisi ini tidak hanya mencerminkan kearifan masyarakat setempat dalam menjaga lingkungan dan sumber daya alam, namun juga memberikan dan menawarkan pembelajaran berharga dalam konteks Anti-Korupsi (pemberantasan korupsi).

Sejarah dan Makna Tradisi Sasi

Sasi merupakan tradisi adat yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Dalam pelaksanaannya, Sasi memberlakukan larangan atau pembatasan tertentu terhadap pengambilan dan penggunaan hasil alam seperti ikan, kelapa, atau pala pada periode tertentu. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menjamin ketersediaan sumber daya untuk generasi kini dan mendatang.

Tradisi sasi diperkirakan telah ada dan dilaksanakan oleh masyarakat dan raja-raja Maluku jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi setelah masuknya Agama Islam dan Kristen, tradisi sasi ini kemudian menjadi tanggung jawab tokoh agama.

Mereka memiliki tanggung jawab yang sama dalam pelaksanaan tradisi sasi. Namun di beberapa daerah di papua para tolokh adat masih dilibatkan dalam ritual tradisi sasi salah satunya di papua barat.

Secara etimologi, "sasi" berasal dari bahasa daerah yang berarti "menutupi" atau "melindungi." Ritual ini biasanya dilakukan oleh tokoh adat atau agama yang mempunyai kekuasaan untuk membuka atau menutup akses terhadap sumber daya tertentu. Sasi juga berasal dari Bahasa Bacan yang artinya sumpah atau janji.

salah satu contoh papan sasi bagi kawasan hutan (sumber : intisari.grid.id)

Selama penerapan sasi, masyarakat tidak diperbolehkan mengambil hasil alam dari kawasan lindung hingga masa sasi tersebut berakhir. Jadi dapat dikatakan sasi memiliki nilai hukum yang subtantif yaitu larangan sementara untuk tidak mengambil hasil alam (hutan maupun laut) dalam waktu tertentu

Sasi Sebagai Kearifan Lokal

1. Kepatuhan Kolektif

Ajaran Tradisi Sasi menekankan pada kepatuhan terhadap aturan-aturan yang diciptakan demi kebaikan bersama. Masyarakat sepakat untuk secara kolektif mematuhi larangan yang ditetapkan untuk kelestarian lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline