Lihat ke Halaman Asli

Dag... Dig... Dug... Apaan Yah?

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kala itu, disuatu malam sunyi dimana semua mahkluk uda pada berada dalam sebuah alam lain, alam mimpi. Ada satu mahkluk tampan nan rupawan yang masih melek aja. Masih berkutat dengan pacar kesayangannya dikasur yang empuk yang bernama, Lapi.

Bersamanya ditekan-tekannya setiap tonjolan yang ada. Dia tak bersuara hanya diam saat jemari tangan gue menyentuh tiap tonjolan yang ada. Tapi, semakin lama Lapi semakin panas seakan tiap sentuhan yang gue berikan selama berjam-jam uda tak tahan diterimannya lagi.  Gue pun berinisiatif memberikan kesejukan kepadanya. Gue gak rela jika Lapi harus kepanasan gara-gara gue kesenengan berlama-lama menyentuhnya.

Saat kesejukan sudah menaungi kita berdua. Gue mendengar sesuatu yang bikin gue berhenti menyentuh Lapi. Gue tajamkan telinga gue. Lapi masih diam tak bergerak, mungkin dia juga berusaha mendengarkannya.

Suara itu, pertama hanya terdengar pelan dan jauh sekali. Ada sesuatu yang sedang datang. Gue bisa merasakannya, bahkan Lapi pun merasakannya. Gue pegangin dia sambil berkata "Tenanglah, ada gue disini".

Tapi, suara itu malah semakin mendekat. Gue pun mulai dag... dig... dug... "Apaan yah itu?" pikir gue. Suara yang semakin mendekat itu terlihat mengerikan. Suara itu mampu membuat dedaunan pohon berbunyi saling menyambar dedaunan satu sama lain.

Suara itu tidak datang sendiri sekarang, suara itu berteman dengan suatu yang besar sampai terdengar suara yang memekakan telinga. DUERRRR... Lapi gue, masih gak bergerak. Gue masih memeganginya dengan penuh kasih sayang sambil membelainya.

Sampai, akhirnya suara itu sudah sampai depan pintu dan jendela kamar gue. Dia mengetuk-ngetuk jendela gue, seakan berkata "Buka, biarkan gue masuk".

Gue mencoba mendengarkan baik-baik suara ketukan itu. Tik... Tik... Tik... Gue kenal suara itu. Gue buka pintu kamar gue ditemani Lapi gue tersayang yang gak rela gue tinggalin sendirian.

Begitu terbuka pintu itu, gue cuma geleng-geleng kepala sambil berkata pelan dan sayang sama Lapi gue, "Tenang itu hanya HUJAN."

"It was the experience of mystery - even if mixed with fear - that engendered religion"
Albert Einsten

Dapat di lihat di http://bangauberanjakdewasa.wordpress.com/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline