Sepiring lontong cap gomeh dan segelas es teh less sugar langsung tandas di perut Dira pagi ini. Dira mengeluarkan uang 20 ribu untuk membayar dan mendapat kembalian 2 ribu. Alhamdulillah. Masih bisa menikmati sarapan pagi selepas jogging tipis. Di kota tempat Dira dilahirkan semua tersedia dengan harga yang tak terlampau mahal. Aneka makanan minuman banyak bertebaran di penjuru kota.
Di tempat yang lain Akhsan hanya tiduran hari itu. Bangun sesaat ke kamar mandi, minum segelas air putih dan tidur lagi. Hidup baginya hanya sebatas bangun dan tidur lebih banyak. Tidak perlu bekerja. Tidak perlu keluar rumah lebih sering. Kamar 3x4 nya itu sudah sangat amat membuatnya nyaman. Sesekali membuka gadget nya. Scrolling medsos, buka youtube, nonton film di netflik sampai ia tertidur. Pun tak membalas banyak notif pesan.
Menyibak riuh dan padatnya jalanan kotamu, tak menyurutkan kemudimu untuk menujuku.
Menyusuri jalan tol yang basah dengan kecepatan tinggi tetap tak menyurutkan laju kemudimu untuk tetap menujuku.
Mengucap kata terimakasih telah memilihku. Dalam hati. Mengucap kata terimakasih untuk tetap dan selalu mencintaiku. Dalam hati.
Nyatanya Dira tak memilih Akhsan menjadi kekasihnya. Pun sebaliknya. Tetapi apa dayaku. Yang bergeming disini. Entah menunggu apa dan siapa. Selepas pertemuan mereka malam itu jantungku berdetak tak karuan. Nadiku meloncat naik turun. Jalan pikiranku ruwet. Ah... Entahlah.
Mungkin Dira paham. Dira kan perempuan cerdas. Tentang kemungkinan-kemungkinan taktis rencananya. Ya Oke sip. Aku selalu membuatnya puas setelah panjang lebar bercerita. Dia hanya butuh di dengar. Pikirku. Setelahnya, penuh isi kepalaku dengan sampah pikiran Dira. Gigiku menggigit pelan dan geram.
***
Hujan semalaman menyisakan genangan di lubang jalanan yang rusak. Harus pelan dan hati. Paling benci naik motor tepat di belakang kendaraan lain. Pandangan jadi terbatas. Jalan depan jadi tak terlihat. Entah rata mulus. Entah ada lubang dan terperosok. Hanya perkiraan semoga tetap dijalur aspal yang mulus. Tetap waspada berkendara di musim hujan seperti ini.
Ahsan pagi ini dengan semangat bergegas. Menepati janji untuk berjumpa dengan Dira. Di tempat biasa mereka bertemu. Pesan singkat ia kirim sebelum membuka handle pintu mobilnya. "Aku otewe, tunggu ditempat biasa.. "
Mereka bertemu. Melepas rindu. Bercerita apapun. Banyak. Tertawa bersama. Seharian. Bahagia.
Aku senang dan ikut bahagia mendengar cerita Dira. Ahsan layaknya lelaki sejati yang humoris, bertanggung jawab dan menyenangkan. Begitu aku menangkap. Jauh di lubuk hati terdalam aku pelan-pelan meredam gejolak. Meresapi makna setiap kata Dira.
Jika Tuhan menetapkan ini sebagai takdir. Aku memang harus mulai belajar ikhlas. Berjalan kembali menatap lurus kedepan. Membiarkan mereka berdua menikmati bahagia. Karena ternyata nyaman itu belum cukup sebagai bekal memilih bersama.
Aku dan Ahsan nyaman bertukar cerita apapun. Aku dan Dira sahabat yang paling mengerti dan tahu apapun. Ah mungkin bukan apapun. Nyatanya Dira tidak tahu aku menyimpan perasaan untuk Ahsan. Tetapi Dira tetaplah Dira yang cerdas. Yang tetap memilih berteman dengan Ahsan dan aku. Cukup menyakitkan untuk kurasa sendiri.
Kali ini aku bukan mengalah. Tetapi meletakkan hatiku dan menjaganya sendiri.