Lihat ke Halaman Asli

Saepudin Zuhri

Seorang pendidik

Bermain Bola Saat Orang Lain Khusyuk Tarawih, Nostalgia Ramadan

Diperbarui: 12 Mei 2020   17:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Ijinkan saya untuk bernostalgia Ramadan saat teknologi belum secanggih sekarang. Saat gadget masih menjadi barang langka. TV walaupun sudah berwarna, namun acaranya masih terbatas. Sehingga otomatis, untuk bermain, kami harus membuat alat-alat bermain sendiri. Mulai dari mobil-mobilan yang terbuat dari kaleng bekas susu, rangkanya dari bambu dan ban dari sandal bekas. Hingga pistol-pistolan dari bambu, yang dirakit dengan karet gelang dan pelurunya buah Hanjeli. Namun, kami sangat riang saat bermain.

Diantara permainan yang selalu membuat kami semangat tentu bermain bola. Berbekal bola plastik, setiap hari kami bermain bola. Bukan di lapangan bola, tapi di lapangan sekolah dasar di lingkungan rumah. Bermain hanya beralaskan sandal, atau bahkan telanjang kaki. Namun lebih dari cukup untuk menjadi hiburan setiap hari. Setiap sore, ketika sekolah kosong dari siswa yang belajar.

Lalu, bagaimana dengan Ramadan? Main bola tetap dilakukan, biasanya pagi setelah ceramah bada shubuh, atau sore sebelum bedug magrib. Namun, yang jadi kenangan hingga kini, adalah bermain bola saat orang lain khusyuk tarawih.

Berbeda dengan ramadan sebelumnya, saat itu sekolah mengadakan belajar dan pesantren kilat dengan dua gelombang. Pagi dan sore hari. Pagi untuk kelas 1-4 SD, sampai menjelang zuhur. Dan gelombang dua kelas 5-6 mulai zuhur hingga setengah jam sebelum magrib.

Akibatnya kami harus berfikir, kapan bisa main bola bersama. Tidak mudah untuk bermain bola, karena waktu pesantren yang berbeda. Jika sore, waktunya cukup sempit, dan teman-teman justru baru selesai pesantren Ramadan. Bila pagi, sebagian teman juga bersiap untuk mulai belajar.

Muncullah ide untuk bermain bola malam, setelah shalat tarawih selesai. Hari pertama Ramadan, kami melakukannya, dan baru sekitar sepuluh menit. Warga sekitar sekolah marah dan mengusir kami karena memang terlalu berisik. Walhasil, main bola sesuai rencana, gagal total.

Akhirnya salah seorang diantara kami melontarkan ide, untuk bermain bola setelah Isya, namun sebelum shalat tarawih ditutup dengan witir, harus kembali lagi ke masjid. Alasannya cukup sederhana. Pada momen itu, kebanyakan warga masih di masjid. Pasti lapangan SD aman. Warga lingkungan sekitar masih mendengar tausyiah lalu shalat tarawih. Selain alasan lain bahwa shalat tarawih itu tidak wajib, padahal main bola juga belum tentu berpahala.

Lalu bagaimana dengan tugas kami untuk mencatat ceramah tarawih. Untuk urusan ini, kami tinggal sedikit memodifikasi hasil catatan teman-teman perempuan. Siangnya di catat, malamnya minta ditandatangani penceramah. Lagi pula para penceramah jarang sekali mengecek catatan kami, mereka langsung paraf.

Selama seminggu, aksi main bola malam sesudah Isya mengobati rasa rindu bermain. Walau saat kembali ke masjid kami berkeringat. Para jamaah tidak terlalu curiga bahwa kami berkeringat bukan karena gerah dan shalat tarawih 20 rakaat. Kami benar-benar menikmati, hingga di minggu ke dua. Ustadz curiga karena kami selalu bergegas untuk keluar masjid setelah isya.

Walaupun kami telah hadir kembali saat shalat witir dimulai, salah satu teman kami yang tidak ikut main bola memberitahukan aktifitas kami. Akhirnya Pa Ustadz datang saat kami bermain bola. Kami dinasehati agar bermain bola di waktu lain, jangan mengorbankan tarawih. Beruntung ustadz menasehati kami dengan lembut. Sehingga kami menyadari akan kekeliruan yang disengaja itu.

Sejak itu, akhirnya kami hanya bermain bola pada hari minggu. Sedih memang, tapi bagaimana lagi. Baru setelah libur sekolah menjelang Idul Fitri, kami dapat bermain bola sepuasnya, pagi dan sore. Malam memang tidak main bola, tapi tarawih juga terganggu karena kami terlalu lelah dan berbuka berlebihan. Sehingga diantara kami seringkali tertidur saat sujud shalat tarawih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline