Lihat ke Halaman Asli

Erick Sudarmo

Silahkan kalau ingin tukar pikiran dan berdiskusi sebagai sesama manusia. Open discussion -- 0877 1156 4456

Arti dari Kehidupan

Diperbarui: 11 April 2020   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyak sekali manusia yang hidup saat ini tidak benar-benar "hidup". Mereka hidup dengan rasa diperbudak oleh diri mereka sendiri; keinginan yang terlalu berlebihan, nafsu akan sesuatu, dan tuntutan yang memaksa mereka untuk hidup layaknya "wayang orang". 

Mereka berfikir bahwa dengan memiliki apa yang mereka inginkan, maka hidup mereka akan menjadi lebih baik. Pada kenyataannya adalah TIDAK. Harta, Takhta, dan Wanita ( atau pria ), adalah menjadi prioritas utama setiap individu di dunia ini; termasuk penulis. Tetapi bagaimana kita mengendalikan semuanya itu adalah apa yang disebut dengan hidup di bawah pengendalian diri. 

Manusia yang kaya bergelimpangan harta, menghabiskan uang dan harta kekayaannya untuk memuaskan keinginannya sendiri dimana pada akhirnya semua itu adalah semu dan tidak ada artinya. 

Merasa dirinya paling benar, selalu menunjukkan kesalahan orang lain, dan berusaha menjadikan dirinya yang paling benar serta tidak pernah berusaha untuk berfikir panjang dalam segala hal; semua itu hanyalah akan membuat hidup seorang manusia menjadi sepi, sendu, senyap, dan hampa tidak bermakna. Manusia ketika berusaha untuk mampu memahami perasaan orang lain dan menempatkan dirinya di sepatu orang lain; maka manusia tersebut akan merasakan sendi lika-liku dan arti perjalanan kehidupan. 

Ketika manusia hanya mampu untuk mengkritik, mencibir, mencemooh, menyindir, dan sok tahu akan hal-hal yang tidak benar-benar diketahuinya secara pasti; maka manusia itu bukanlah manusia seutuhnya karena secara tidak lansung tindakannya sudah menghancurkan, meremukkan, menyakiti, dan melukai perasaan orang lain. 

Jagalah perasaan orang lain, berfikirlah panjang dalam menghadapii permasalahan; janganlah mengambil keputusan kalau hasilnya hanya menguntungkan ssatu pihak tetapi memberatkan pihak lain. 

Memang saat ini kita merasa bahwa apa yang kita lakukan adalah hal yang benar dan sangat tepat dalam kacamat pemandangan kita. Tetapi, apakah kita memikirkan dampaknya di kemudian hari? 

Penulis juga hanyalah seorang manusia dan tidak lepas dari kesalahan, tetapi sebagai manusia, penulis tetap berusaha untuk memaknai apa itu arti kehidupan. Ketika kita harus kembali ke Yang Kuasa, apa yang kita bawa? Harta? Kekuasaan? Makanan? Keahlian dan kepintaran? Tidak, semuanya tidak akan kita bawa. 

Hanya amal dan ibadah yang akan kita bawa ketika kita dihadapan Yang Kuasa. Jadi, janganlah sebagai manusia yang fana ini selalu merasa bahwa kita adalah yang paling baik dan serba PALING POSITIF. Janganlah kita menarr dan berdansa di atas kepedihan batin orang lain. 

Tuhan Allah selalu melihat perbuatan  setiap gelintir manusia yang ada di dunia ini dan kita semua adalah sama dihadapanNya. Status ( orang tua, anak, suami, istri ), jabatan ( boss, pemilik perusahaan, praktisi ilmu pengetahuan, dll. ); adalah sia-sia dan tidak ada gunanya. 

Oleh karena itu, janganlah jadi manusia yang tidak punya perasaan. Manusia yang benar-benar dikatakan hidup adalah manusia yang bisa mengerti bahwa orang lain juga adalah sama seperti kita yang memiiki perasaan, tidak berperilaku dengan kesan "menantang" dan merendahkan orang lain dalam hal yang bersifat pribadi. Semoga tulisan ini dapat digunakan sebagai serpihan refleksi kita sebagai manusia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline