Lihat ke Halaman Asli

Esty Cahyaningsih

Guru Honorer

Sekolah Swasta Menang Sebab Sistem Zonasi

Diperbarui: 22 Juni 2020   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kemdikbud.go.id

Sistem zonasi pada pendaftaran peserta didik baru kembali diberlakukan. Ini adalah tahun kedua. Sistem ini pertama kali diterapkan oleh Pak Muhadjir Effendy saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan setahun yang lalu. Tahun ini, meskipun Menteri Pendidikan sudah berganti, tapi aturan sistem zonasi tetap dijalankan.

Pendaftaran siswa baru tingkat SMP di kota saya akan dimulai mendekati akhir bulan Juni. Ada empat jalur yang bisa dipilih saat pendaftaran peserta didik baru. Keempatnya adalah jalur zonasi, prestasi, afirmasi, dan pindah tugas orang tua.

Dari keempatnya, jalur zonasi memakan porsi terbesar, yaitu 50% dari kuota yang tersedia di tiap sekolah. Semua siswa dari suatu desa bisa masuk tanpa terkecuali asal memiliki jarak terdekat dengan sekolah. Dan rumah mereka masuk wilayah zonasi. Gampangkan! Sekarang nggak perlu seleksi dan nilai tinggi untuk bisa masuk sekolah negeri, sekolah negeri yang dulu favorit itu.  

Lalu pernahkah anda bayangkan, bagaimana nasib anak-anak yang rumahnya pinggiran dan jauh dari sekolahan, sementara dalam satu kecamatan hanya ada satu atau dua sekolah negeri? Impian untuk bisa sekolah di sekolah negeri pupus karena salah Bunda memilih tempat tinggal. 

Kampung saya sendiri contohnya, berada dalam zona keempat dalam aturan zonasi sebuah SMP negeri, membuat anak-anak di kampung saya ini seperti tak punya tempat lagi. Padahal kampung saya hanya berjarak 1,6 KM dari sekolah tersebut.

Tahun lalu, saat sistem zonasi pertama diberlakukan, nyaris tak ada satupun anak-anak dari kampung saya yang lolos masuk jalur zonasi ini. Ya, karena menjadi yang keempat dan sekaligus yang terakhir itu tidak enak.

Ada tiga kampung lain yang memang jaraknya lebih dekat dari kampung saya. Tapi untunglah masih ada tiga anak yang akhirnya bisa masuk SMP negeri yang dulu favorit itu lewat jalur prestasi.

Lalu, mereka yang tidak kebagian sekolah ini 'lari" ke mana? Mereka yang kebingungan ini tentu saja mau tak mau masuk sekolah swasta yang kadang kekurangan murid atau sekolah swasta yang biayanya kadang tak terjangkau oleh kaum menengah ke bawah.

Berbeda dengan beberapa murid saya, lulusan madrasah ibtidaiyah. Mereka tak lagi kebingungan memilih sekolah. Sudah ada sekolah yang menampung mereka bahkan sebelum surat kelulusan diterbitkan.

Jadi mereka sudah menyimpan rasa lega karena sudah mendapat sekolahan lanjutan. Menurut saya, ini adalah keputusan yang diambil secara tepat sebab tidak mau digantung dengan kuota pendaftar sekolah zonasi. 

Jauh-jauh hari sebelum pendaftran peserta didik baru sekolah negeri dibuka, mereka sudah mendaftarkan diri di sekolah-sekolah 'favorit' meskipun swasta. Sekolah- sekolah swasta ini justru lebih gercep dalam penerimaan siswa baru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline