Lihat ke Halaman Asli

Esty Cahyaningsih

Guru Honorer

Stop Menghujat Kaum Penganut Ideologi Googlemap Garis Lempeng

Diperbarui: 7 Juni 2020   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya selalu saja berdebat dengan teman hidup a.k.a mas suami, setiap kali melakukan perjalanan. Baik dekat maupun jauh. Kalau debatnya mutu sih nggak papa. Lhaa ini, perkara memilih rute perjalanan urusannya bisa panjang. Tujuh hari tujuh malam nggak selesai, macam mau nyaingin royal weddingnya sultan. 

Jadi situasinya begini. Kita sudah hafal rute perjalanan. Kita paham seluk beluk tipe jalan, dari tanjakan, turunan, tingkat kemiringan aspal, bahkan hingga perkiraan jumlah jalan berlubang pun kita tahu. Nah, dengan kepakaran kita yang tak lagi perlu diragukan itu, bayangkan kalau tiba-tiba ada seseorang mementahkan pendapat kita, karena dia ngotot berkiblat pada sejenis robot berjudul Googlemap, lalu kita disuruh milih melewati jalan lain yang belum jelas bibit bebet dan bobotnya? Kesel nggak sih?

Teman hidup saya itu, yakin betul akan kecanggihan dan kepintaran robot berjudul googlemap. Doi memang tak begitu pintar untuk mengingat jalan. Tanya jalan pada manusia adalah pantangan buatnya. Sebab ia sering mendapatkan jawaban “tidak tahu” dari orang yg ia tanya. Berangkat dari situ, menurutnya bertanya pada robot dengan suara perempuan lempeng adalah niscaya. Meskipun begitu ia tak pernah takut nyasar apalagi tersesat asal ada googlemap. Tapi dengan syarat, katanya berdalih, “yang penting baterai di hape nggak habis dan sinyalnya nggak mendap - mendip”.

Jadi selama ini dia nggak pernah nyasar? nggak pernah tersesat? Iya memang nggak pernah, tapi kalau diblusukke ke jalan – jalan setapak itu biasa. Masuk perkampungan yang tiba – tiba disalah satu gang ada hajatan dan menemukan peringatan bahwa jalan ditutup itu juga biasa. Sehingga kami harus mencari alternatif jalan lain agar bisa keluar dari jalan buntu tersebut. Helow emang enak dikerjakin googlemap? Sir e arep golek dalan cepet malah dadi ngulur waktu buat mutar muter golek dalan metu.

Sedikitnya dua kali setahun kami melakukan mudik perjalanan dan baru – baru ini saya dibuat kesal olehnya. Setiap kali kami mudik dari Kudus ke Klaten ada saja pikiran nylenehnya. Saya hafal betul rute perjalanan yang akan kami lalui. Biasanya saya memilih jalan raya yang rame yakni lajur Semarang – Solo. 

Diperjalanan mudik yang terakhir kali kami tempuh, tiba-tiba ia nyeletuk.

 “eh sik sik, gimana kalau lewat sini”.

 “Lebih cepet 10 KM lho dari jalan yang biasa kita lalui”.

Ia dengan semangat jelajahnya menjelaskan sambil menunjukkan peta kearah saya. Whooot? Doi mendapat jalan baru yang belum pernah kami lewati. Jalan raya Grobogan, Sragen, Boyolali. Ya iya ujung – ujungnya akan sampai Solo juga. Tapi anehnya pilihannya via Pati. Apa ga tambah muter? Pikir saya. 

“Lewat sini tu jalannya muter gimana bisa bilang lebih cepet”. Saya yang membayangkan rute jalan itu spontan menolaknya. Ini pasti akan bernasib seperti yang sudah – sudah. Kalau nggak lewat jalan sempit ya keluar masuk hutan. 

Sebagai penganut googlemap garis lempeng, ia begitu fasih menjelaskan mengapa penting mengunakan googlemap, mulai dari memperhitungkan jarak tempuh, hemat bensin, perkiraan sepi atau ramainya jalan dan estimasi waktu tiba. Berbagai rincian pertimbanganpun  disodorkan, sehingga membuat saya terpaksa mengiyakan keinginannya. Sebenernya ini hanya untuk menghindari debat yang lebih panjang dan rumit. Biar urusan cepet dan nggak mbleber kemana – mana, pokoke teko iyo wae. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline