Lihat ke Halaman Asli

Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Diperbarui: 4 Desember 2024   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Hukum Islam dan hukum positif adalah dua sistem hukum yang memiliki landasan, tujuan, dan pendekatan yang berbeda, meskipun keduanya bertujuan untuk menciptakan keadilan dan ketertiban dalam masyarakat. Artikel ini membahas perbandingan antara kedua sistem hukum tersebut dari segi definisi, sumber hukum, sifat, penerapan, serta kelebihannya masing-masing.

Hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumber dari ajaran Islam, mencakup aturan-aturan Allah (syariat) sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an dan hadis. Hukum ini bersifat religius dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah) maupun hubungan antar manusia (muamalah). Sementara itu, hukum positif adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara dan ditetapkan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah atau legislatif. Hukum ini bersifat sekuler, tidak terikat pada agama tertentu, dan berlandaskan konstitusi serta peraturan yang dibuat oleh manusia.

Sumber hukum Islam meliputi Al-Qur'an, hadis, ijma' (kesepakatan ulama), dan qiyas (analogi hukum). Sementara sumber hukum positif terdiri dari konstitusi, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan kebiasaan masyarakat yang telah diakui sebagai hukum. Perbedaan ini menunjukkan bahwa hukum Islam bersumber dari wahyu dan tradisi keagamaan, sedangkan hukum positif berasal dari pemikiran manusia yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Dalam hal sifat, hukum Islam bersifat universal, abadi, dan tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Hukum ini mengutamakan aspek moral dan spiritual dengan orientasi pada keadilan ilahiyah. Sebaliknya, hukum positif bersifat temporal, berubah sesuai perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Hukum positif lebih fokus pada aspek rasionalitas dan pragmatisme dengan orientasi pada keadilan sosial yang disepakati bersama.

Penerapan hukum Islam bervariasi di berbagai negara. Beberapa negara, seperti Arab Saudi dan Iran, menjadikan hukum Islam sebagai dasar hukum negara. Di negara lain seperti Indonesia, hukum Islam diterapkan secara terbatas, misalnya dalam persoalan perkawinan, warisan, dan zakat bagi umat Islam. Hukum positif, di sisi lain, diterapkan secara universal di suatu negara tanpa membedakan agama atau keyakinan, dengan pelaksanaannya diawasi oleh lembaga peradilan yang independen.

Hukum Islam memiliki kelebihan dalam hal berbasis nilai moral, memberikan panduan spiritual, dan bersifat komprehensif karena mengatur seluruh aspek kehidupan. Namun, hukum ini kurang fleksibel jika diterapkan di masyarakat yang plural dan membutuhkan penyesuaian kontekstual. Di sisi lain, hukum positif bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat modern, tetapi kekurangannya adalah tidak memiliki landasan moral yang kuat sehingga rentan terhadap kepentingan politik atau ekonomi.

Kesimpulannya, hukum Islam dan hukum positif memiliki perbedaan mendasar dalam sumber, sifat, dan penerapannya. Hukum Islam lebih religius dan berorientasi pada keadilan ilahiyah, sedangkan hukum positif bersifat sekuler dan berorientasi pada keadilan sosial. Meskipun demikian, keduanya dapat saling melengkapi, terutama di negara-negara dengan masyarakat plural. Integrasi antara keduanya, seperti di Indonesia, menjadi contoh bagaimana kedua sistem hukum ini dapat berjalan berdampingan demi menciptakan keadilan yang inklusif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline