Di era layar yang bercahaya,
Kata-kata melesat tanpa suara,
Kebenaran terperangkap, hoaks merajalela,
Di mana kita berpijak, di sanalah tanya.
Siapa yang memegang kebenaran di tangan,
Saat berita palsu lebih cepat di sebaran?
Namun tetap tak boleh menyerah,
Di antara gelap, kita tetaplah cahaya.
Membayangkan tahun politik tanpa hoaks itu seperti membayangkan kopi tanpa kafein---ya, masih ada, tapi rasanya kosong. Sebagai pekerja media yang sering menghadapi gelombang informasi, saya merasa seperti sedang menaiki roller coaster yang tak pernah berhenti.
Di era ini, hoaks dan berita palsu bertebaran seperti rumput liar, dan menjelang Pemilu 2024, pabrik hoaks tampaknya sudah mulai bekerja lebih awal. Lucunya, hoaks sering kali memilih kita---bukan sebaliknya!
Hoaks di tahun politik ini seperti sinetron yang tak kunjung usai---penuh drama dan intrik yang terus terulang. Masih teringat jelas contoh yang absurd terjadi di Pemilu 2019, ketika tersebar hoaks bahwa salah satu calon presiden berencana menghapus mata pelajaran PPKn.
Meski tidak ada bukti, banyak yang mempercayainya. Paradoxnya, semakin besar dan absurd kebohongan itu, semakin banyak yang percaya.
Teringat kutipan dari Edward R. Murrow: "A lie can get halfway around the world before the truth has a chance to get its pants on." Di dunia media, kebenaran sering kali kalah cepat dengan kebohongan, karena faktanya butuh waktu untuk diverifikasi, sementara hoaks hanya perlu satu klik untuk menyebar.
Peran Pekerja Media: Menjaga Kebenaran di Tengah Banjir Informasi
Menjadi pekerja media, adalah menjadi penjaga gerbang informasi. Kami harus memastikan bahwa berita yang disajikan telah melalui proses verifikasi. Namun, paradoks muncul ketika kami harus bersaing dengan kecepatan internet dan viralitas hoaks.
Di satu sisi, kami dituntut untuk cepat, di sisi lain, verifikasi membutuhkan waktu. Ini membuat kami berada di antara dua tekanan: kecepatan versus akurasi.
Membawa emblem media publik di pundak, jurnalis TVRI harus segera mencari fakta yang akurat dan meluruskan informasi. Semakin cepat bergerak, semakin banyak pula hoaks baru yang muncul. Persis seperti berusaha menutup satu lubang sementara muncul banyak lubang baru di sekitarnya.
Maria Ressa, jurnalis Filipina, pernah berkata, "The battle for truth is not easy, and the faster we move, the more we risk losing control of it." Inilah tantangan yang saya hadapi setiap hari di dunia media.