Lihat ke Halaman Asli

Esti Maryanti Ipaenim

TERVERIFIKASI

Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

[Cerpen] Bagi-bagi Sarung

Diperbarui: 14 Mei 2020   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : Kain sarung (Sumber : inibaru.id)

Sudah ada dalam rencanaku jauh-jauh hari, bahwa pertengahan Ramadan nanti kami akan mudik. Lalu seperti tahun-tahun sebelumnya, di tanggal 27 Ramadan, aku akan mengumpulkan anak-anak kampung di rumahku, berbuka puasa bersama mereka. Lalu setelah sholat, aku akan minta mereka berkeliling membagikan sarung yang sudah kusiapkan di tas-tas buah tangan cantik yang kubeli dari pasar grosir di Jakarta.

Setiap tahun, bagi-bagi sarung pada warga kampung adalah tradisi sedekah Ramadanku. Aku memulai tradisi itu sejak mendapatkan pekerjaan yang layak di kota. Sarung-sarung itu biasanya akan dipakai pria-pria di kampung saat hari Idul Fitri  nanti. Dan tas-tas cantik bisa dipakai mama-mama untuk belanja di pasar. Betapa senang aku membayangkan semringah di wajah mereka setiap kali berpapasan dan melihat mereka menyandang sarung atau menenteng tas yang aku bagikan.

Sebulan sebelum Ramadan tiba, aku dan istri sudah ke pasar memilah-milih sarung-sarung yang akan kami sedekahkan itu. Kami membawa pulang  10 lusin sarung. Keesokannya, kami membawa ke jasa pengiriman barang yang menjadi langgananku.

---

Siang itu seperti di guyur petir, aku mendengar kabar tentang kedatangan tamu tak diundang itu. Dua hari berikutnya, aku batuk-batuk. Dengan penuh kesadaran aku membeberkan semua histori perjalananku selama 14 hari terakhir. Lalu aku dijemput orang-orang berpakaian putih-putih, mengetesku dan istri. Kami dikarantina di sebuah tempat. Katanya aku dan istri terinfeksi.

Kami tidak tahu tertular dari siapa. Dalam sebulan terakhir aku pergi ke banyak tempat, bertemu banyak orang. Bahkan baru beberapa hari yang lalu aku masih bertemu penjual sar..

Astaga, penjual sarung itu berjabat tangan denganku. Sarung-sarung itu juga aku pegang untuk mengecek kualitas kainnya saat memilah-milih yang mau dibeli. Aku panik. Segera aku meminta akses untuk menelpon istriku di ruangan sebelah.

"Sarung-sarung itu apa sudah dikirim?" tanyaku saat telepon sudah tersambung

"Sudah, laporan pengiriman, saat ini di Makassar, mungkin besok sudah sampai Ambon."

"Astaga, kalau begitu harus telepon orang rumah di kampung. Tidak usah bagikan sarung-sarungnya. Itu kemungkinan besar sudah terkontaminasi." Kataku dengan napas terburu-buru

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline