Lihat ke Halaman Asli

Esti Maryanti Ipaenim

TERVERIFIKASI

Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Gempa Ambon: Mahasiswa Tetap Turun Aksi, Masyarakat Hati-hati Sesat Informasi

Diperbarui: 2 Oktober 2019   11:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: earthquake.usgs.gov

Pagi tadi pada pukul 08.46 WIT, terjadi gempa di Maluku berkekuatan 6,5 M. BMKG mengeluarkan pernyataan bahwa gempa tersebut tidak berpotensi tsunami. Meskipun begitu, dampak gempa cukup terasa di beberapa wilayah termasuk di kota Ambon. 

Gempa juga berdampak cukup parah termasuk bangunan yang roboh, serta dinding-dinding rumah maupun jalan yang retak dan terbelah. Aktivitas kota lumpuh seketika. Warga pesisir mulai mengungsi ke dataran yang lebih tinggi. 

Dari informasi yang saya terima dari keluarga di Ambon, sudah terdapat korban tewas karena terkena reruntuhan. Dan hingga saat ini, gempa susulan masih terus dirasakan. 

Sedih, pilu dan was-was rasanya.

Setelah menghubungi semua sanak saudara memastikan keadaan di sana, saya mulai memantau media sosial, sensor hoaks saya memang sering terpanggil ketika kejadian penting terjadi. Apalagi kali ini mengenai tanah kelahiran saya sendiri.

Sebagian besar dari mereka yang lalu-lalang di timeline lebih banyak meng-update keadaan terkini di tempat keadaan mereka. Beberapa berbagi ucapan-ucapan doa agar tidak ada lagi gempa susulan. Dan sebagiannya lagi, justru masih fokus pada kegiatan aksi mahasiswa Ambon yang tetap dilaksanakan hari ini menyusul demo-demo mahasiswa yang sudah terjadi sebelumnya di beberapa daerah di Indonesia.

Saya turut acung jempol terhadap para mahasiswa ini. Setelah ditunggu-tunggu suara dari Maluku, akhirnya mereka unjuk gigi. Demonstrasi adalah momen mahasiswa berekspresi. Jadi memang sudah sewajarnya mereka satu suara turun ke jalan menuntut perbaikan negeri. Asalkan tetap hati-hati akan penunggang gelap serta potensi gempa susulan.

Di luar informasi yang saya sebutkan sebelumnya, masih ada juga status-status yang coba mengaitkan gempa Ambon dengan bencana-bencana sebelumnya. Salah satunya yang berbunyi "Aceh 26, Palu 26, Ambon 26". Bila saya tafsirkan, mungkin orang tersebut ingin mengatakan bahwa semua kejadian bencana gempa besar terjadi selalu pada tanggal 26. Benarkah? Tidak, gempa di Palu terjadi pada tanggal 28. 

Status-status seperti ini saya tebak, akan mengingatkan kita bahwa semua kejadian dan angka-angka ini adalah sebuah pertanda yang patut ditelaah, lalu ber-cocoklogi dengan pseudoscience,  menghubung-hubungkan dengan ayat-ayat dalam kitab suci dan situasi-situasi lain yang terjadi di Indonesia. Kemudian membawa opini publik kepada muara kepanikan yang tidak bisa saya bayangkan kefatalannya. Jadi berhati-hatilah, informasi-informasi seperti ini bisa masuk kategori informasi menyesatkan.

Saat bencana terjadi, sebagai makhluk memang patut berkontemplasi tentang diri, lingkungan, amal dan perbuatannya di dunia. Kontemplasi itu adalah antara kita dan Tuhan. Menuliskannya di status boleh-boleh saja, tapi bijaklah menulis status. Karena bisa saja alih-alih mengingatkan malah berujung membuat takut dan kepanikan. 

Stay safe Ambon ku.  Doa tak putus dari kami di rantau...

Jakarta, 26 September 2019

Esti Maryanti Ipaenim




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline