Lihat ke Halaman Asli

Dalam Selimut, Ada Kita Ada Mereka

Diperbarui: 21 Agustus 2022   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sinar rembulan mulai redup. Berganti sinar-sinar yang lain. Tanda hari tlah berganti. Nyanyian jangkrik mulai fales. Burung gereja ganti bersahut-sahutan. Aku masih sadar di alam sana. Masih sangat nyaman di alam sana. Aku terkejut, ada suara grek-grek semakin keras. Alhamdulilah, aku masih diberi kesempatan melihat dunia ini kembali dengan suasana yang mungkin sebentar lagi akan berubah.

Aku sudah kinclong, apalagi saat lihat sinar sang surya. Terlihat dari jauh seperti cling-cling! Kunaiki sepeda tua, perlahan tapi pasti, kusampai di tempat ini. Assalamualaikum pengalaman baruku!

....

Wow! Tak hanya aku yang kinclong!

Antara satu dan yang lain saling bersahut-sahutan seperti burung gereja. Seperti tak ada yang mau mengalah. Mereka ayu-ayu, ganteng-ganteng, tak seperti aku dan dia. Aku hanya seorang yang tak dikaruniai tampang seperti mereka, dia juga bisa dibilang seperti itu. Tapi mungkin mereka tak dikaruniai suatu hal yang kita miliki.

Apa itu?

Aku malu untuk mengatakannya sekarang. Ku ingin coba membacanya dulu, apakah benar ini yang kita miliki. Tapi aku tak ingin mereka mengetahui ini, mungkin ini hal yang tak patut di tiru.

Sesungguhnya gerak-gerik ini sudah tercium lama oleh mereka, tapi bagi mereka yang mungkin agak sok tau. Nah, karena itulah justru membuat semua keadaan menjadi tak karuan, semrawut, pikiran kemana-mana, bingung, stress. . .tapi ya jangan sampai gila. Itu pinter-pinternya kita menghadapi keadaan seperti ini. Jadi, aku masih terus membaca dan memahami, agar ketemulah kalimat utama pada cerita ini.

Hampir sepanjang perjalanan ini, tak lepas 1 cm pun dari bayangannya. Nafaspun seperti menyatu dan bau keringatpun seperti bau yang di oplos antara wangi dan tak sedap. Itulah keanehan yang terjadi dalam perjalanan ini.

Tak pandang dimana kaki ini dipijakkan, bayangan itu selalu menyatu. Saat panas sama-sama kena panas, saat ada angin sama-sama kena angin pula. Perjalanan ini serasa milik pribadi. Tak ada kawan, tak ada musuh, tapi nyatanya ada di sekeliling kami dan tanpa kami sadari itu.

Semakin jauh perjalanan ini, semakin terasa ini seperti tersesat di dalam hutan yang sangat lebat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline