Lihat ke Halaman Asli

Charles Honoris: Pemerintahan Jokowi Harus Konsisten Jalankan Hukuman Mati

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anggota Komisi I DPR RI, Charles Honoris, menilai Pemerintah Indonesia tidak perlu khawatir dan terpengaruh terhadap ancaman dari perdana Menteri Australia Tony Abbott dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop.

Politikus muda PDI Perjuangan mengungkapkan, pemerintah harus konsisten menjalankan hukuman mati terhadap kelompok Bali Nine. Tentunya siap menghadapi konsekuensi dari keputusan itu. Saya punya keyakinan penuh, Kementerian Luar Negeri kita, melalui perwakilannya di Australia dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat di sana mengenai kondisi darurat narkoba yang terjadi di Indonesia. Sikap Presiden Jokowi dalam memerangi narkoba sudah jelas dan tegas. Dia juga meyakini kalau rakyat Indonesia mendukung ketegasan Presiden Jokowi tersebut karena narkoba telah memakan banyak korban.

Tambahannya, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Bahkan dia memprediksi jumlah pengguna narkoba di Indonesia di tahun 2015 ini mencapai angka 5,8 juta jiwa. Sedangkan berdasarkan data, setiap harinya 40 hingga 50 orang meninggal dunia akibat mengkonsumsi narkoba."Melihat kerugian yang tak terhingga yang ditimbulkan dari narkoba yang merusak generasi bangsa, maka menjadi wajar bila pemerintah tak memberi ampun terhadap terpidana mati kasus narkoba," kata Charles seperti yang diberikannya.

Nah, lanjutnya, protes Australia atas eksekusi mati terpidana narkoba bukanlah pertama kali terjadi. Sebelum eksekusi mati terhadap enam terpidana mati kasus narkoba baru-baru ini, Pemerintah Brazil dan Belanda menyampaikan protes. Bahkan Presiden Brazil Dilma Rousseff menelepon Presiden Jokowi agar warganya, Marco Archer Cardoso Moreira, tidak dieksekusi. Namun presiden Jokowi menolak dan eksekusi tetap dilaksanakan terhadap Marco.

Begitu juga dengan Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koeders yang memprotes karena salah satu dari enam terpidana mati adalah warganya, Ang Kim Soei. Protes Bert pun kandas.

“Walaupun menjadi kontroversi di Australia, saya yakin bahwa pemerintah dan rakyat Australia akan bisa memahami dan menghormati hukum yang berlaku di Indonesia. Apalagi terjadi darurat narkoba di Indonesia. Ini adalah momentum bagi Indonesia untuk mengambil peran besar di panggung dunia dalam perang melawan narkoba,” kata putra dari pengusaha nasional Luntungan Honoris.

Seperti yang diberitan, perdana Menteri Australia Tony Abbott membuat blunder pernyataan soal ancaman kepada pemerintah Indonesia terkait dua warganya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang masuk daftar eksekusi.

Meski secara gamblang mengungkapkan upaya ancaman dalam wawancaranya, dia menampik anggapan itu dalam wawancara terbarunya. Menurut Abbott, pernyataannya itu hanya menjelaskan kedekatan Australia dengan Indonesia selama ini.

Dalam wawancara doorstop, mengungkapkan hanya menunjukkan seberapa erat ikatan Australia-Indonesia. Faktanya, Australia telah hadir saat Indonesia mengalami kesulitan. Dalam arti lain, keinginan dan nilai Anda (pemerintah Indonesia) akan kami akui jika eksekusi mati ini tidak dilakukan. Silakan penjarakan mereka dalam waktu lama, tapi jangan dibunuh.

Saat dikonfirmasi, dia pun mengelak untuk memastikan apakah Australia sedang mengancam. Menurut Abbott, semua pihak di Australia seharusnya lebih berfokus terhadap upaya mencegah eksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukuraman.

’’Pernyataan saya hanya pengingat hubungan antarnegara. Saya ingin hubungan ini menguat ke depan,’’ terangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline