Lihat ke Halaman Asli

Esti....

Sedang Berbenah

Open Minded dalam Beragama

Diperbarui: 13 Desember 2021   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Ilustrasi : lpmmata.com

Open minded adalah berpikiran terbuka. Keterbukaan pikiran adalah karakteristik yang melibatkan penerimaan terhadap beragam ide, argumen, dan informasi. Berpikiran terbuka umumnya dianggap sebagai kualitas positif. Ini adalah kemampuan yang diperlukan untuk berpikir kritis dan rasional. (merdeka.com,01/07/2020)

Menjadi sebuah permasalahan yang serius untuk dibahas ketika open minded ini dikaitkan dengan keyakinan atau agama. Keterbukaan penerimaan ide, argumen, dan informasi dalam beragama khususnya dalam Islam berbeda definisi dengan membebaskan akal untuk mengiterpretasi seluruh syariat yang  dihukumi dengan akal manusia yang terbatas.

Open minded dalam Islam bermakna dia menyerahkan seluruh otoritas berfikirnya tentang kehidupan sesuai dengan syariat Islam yang bersumber dari wahyu. Dia terbuka dengan seluruh hukum Islam, dan menerima itu tanpa ada syarat. Akal yang dia miliki digunakan untuk memahami nash-nash syara',bukan untuk membuat hukum tandingan baginya.

Akal atau pemikiran manusia bersifat nisbi atau terbatas,sedangkan Allah bersifat tidak terbatas. Oleh karenanya tidak semua apa yang bersumber dari wahyu Allah,baik melalui Al Qur'an ataupun As Sunnah dapat dipikirkan oleh akal. Adakalanya manusia hanya perlu melakukan tanpa perlu memikirkan terkait hukum-hukum Islam. Ketundukan akal kepada syariat bukanlah wujud pengekangan Islam kepada proses berfikir manusia,justru ketundukan itu merupakan solusi atas problem keterbatasan akal.

Akal yang terbatas tidak akan dapat menjangkau segala sesuatu yang ada di dunia apalagi perkara akhirat. Hatta kejadian sedetik yang akan datang,akal manusia tidak bisa mengetahuinya. Sehingga ada hal-hal yang perlu ada instruksi pakemnya untuk diikuti manusia, supaya manusia bisa selamat dalam hidupnya. Inilah yang dinamakan syariat Islam.

Sebagai contoh sejak masa Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam para sahabat tabi'un tabiut tabiin dan imam-imam besar, tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban menerapkan syariat Islam. Tidak ada perselisihan bahwa menolak, menghina, dan menganggap buruk syariah Islam merupakan bagian dari kemurtadan dan seluruh mukmin adalah bersaudara 

Oleh karenanya seorang muslim tidak diperbolehkan mengambil pemikiran liberal sekuler yang nyata-nyata bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. . Upaya untuk mengkompromikan pemikiran Islam dengan akal manusia yang terbatas itulah yang justru membatasi kaum muslim untuk memahami Islam secara sempurna, bahkan mengaburkan kemurniaan Islam. Padahal dalam pandangan Islam memperdalam pengetahuan agama maksudnya adalah memahami berbagai masalah dalam agama Islam seperti shalat, puasa, muamalah, dan nikah dan lain sebagainya

Seorang muslim tidak memerlukan konsep berfikir lain selain konsep berfikir Islam yang menempatkan akan sebagai alat untuk memahami nash syara, bukan seperti konsep moderasi dimana akal dijadikan sebagai penentu hukum dan mengkompromikan hukum syara'. Cara berfikir seperti ini harus dihindari dan dibuang jauh dalam kehidupan muslim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline