Sumber Ilustrasi : https://fin.co.id/2021/11/14/kilang-cilacap-terbakar-biaya-impor-bbm-makin-besar/
Kilang minyak Pertamina di Cilacap terbakar kembali. Kebakaran ini adalah yang ketujuh kalinya sepanjang sejarah kilang minyak Pertamina di Cilacap dibangun.
Pertamina Cilacap memiliki 228 tangki dan kapasitas pengolahannya mencapai 270.000 BPH per tahu. Tercatat sudah dua kali tangki minyak terbakar, kejadian sebelumnya terjadi pada bulan Juni lalu.
Tidak hanya itu, kebakaran ini mengancam keselamatan warga. Dilansir dari tribunnews.com, 14 November 2021, terdapat sekitar 80 warga terdampak sedang dievakuasi. Pasalnya pemukiman warga hanya berbatas tembok dan berjarak 500 meter dari tangki yang terbakar.
Kebakaran tangki terjadi setelah terkena petir, namun demikian banyak pengamat yang meminta untuk mengusut lebih lanjut kasus kebakaran tangki Cilacap. Pengusutan ini karena berpotensi ada kejahatan yaitu kesengajaan dengan motif tertentu. Seandainya dikarenakan petir seharusnya Pertamina sudah mengambil langkah supay tidak ada kejadian kedua kalinya.
Pengamat energi dari Universitas Gajah Mada, Fahmi Radhy yang dilansir l, BBC 14 November 2021 mengatakan bahwa kebakaran karena petir adalah alasan yang lemah. Sebab, sebagai kilang dengan pasokan terbesar semestinya Pertamina bisa menjaga aset yang sangat penting tersebut dengan menerapkan sistem keamanan yang super canggih dan berlapis.
Fahmi menyebut kebakaran berantai ini pasti akan mengurangi suplai BBM, untuk menutupi kekurangan membutuhkan impor sehingga volume impor minyak akan makin tinggi. Berdasarkan pengalamannya sebagai anggota anti mafia migas, mafia migas akan berburu rente pada impor. Tingginya volume impor akan mendatangkan cuan beaar bagi mafia gas.
Peristiwa kebakaran kilang minyak berpangkal pada pengelolaan yang bercorak liberal kapitalistik. Keberadaan BUMN bukanlah bermakna sebagai bentuk pertanggung jawaban negara mengurusi masyarakat.
BUMN saat ini seperti tempat mendulang keuntungan para pengusaha, dan negara hanya mendapat sedikit bagian keuntungan. Tata kelola ekonomi liberal kapitalistik meniscayakan pengurusan sektor-sektor usaha produktif kepada swasta, pemerintah memiliki fungsi regulator untuk menjembatani kepentingan korporasi dan rakyat. Akhirnya swasta memiliki kontrol kepada kebutuhan rakyat.
Pengurusan BUMN dengan campur tangan swasta secara tidak langsung akan merugikan rakyat dan hanya membuka peluang korporat menguasai aset-aset strategis negara.