Lihat ke Halaman Asli

Ester Paoki

wanita-istri-ibu-kreatif-disainer-konselor

Padahal IA adalah Allah

Diperbarui: 23 Agustus 2019   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dari membaca: 

TEOLOGI SISTEMATIKA DOKTRIN KRISTUS/ Louis Berkhof

KUTIPAN MENARIK: 

IA harus mengambil rupa seorang hamba, padahal IA adalah Allah semesta langit.  IA yang tidak berdosa setiap hari harus berhubungan dengan manusia berdosa.  HidupNya yang kudus harus menderita di dalam dunia yang terkutuk karena dosa. (hal.79)

URAIAN UMUM:  

Belum lama ini ada seorang teman  saya sedang sibuk dan bingung mencari orang yang dapat membuat gambar kerja rencana pembuatan panggung pertunjukan.  Kebingungan itu dipicu karena dia harus membuat proposal yang di dalamnya memerlukan rencana anggaran biaya (RAB) pembuatan panggung tersebut.  Sementara rekanan yang biasa membuat RAB tidak dapat mengerjakan hal tersebut karena sedang ada kesibukan lain yang tidak dapat diganggu.

Bagi saya yang dahulu kuliah arsitek, walaupun tidak secara khusus saya belajar pembuatan interior atau panggung untuk pameran, membuat gambar kerja beserta RAB-nya adalah hal yang biasa. 

Malahan biasanya untuk pembuatan gambar kerja  rumah tinggal misalnya, seringkali sayapun harus mengerjakan pembuatan gambar kerja sampai ke bagian interior rumahnya juga. Jadi, membuat gambar kerja panggung pameran, buat saya, itu adalah suatu hal yang biasa. Tidak terlalu sukar.  Maka dengan mudahnya, saya menenangkan teman saya itu dengan berkata, "Tenang aja, itu mah gampang."  

Namun teman saya yang bingung itu, semakin khawatir, dan sibuk menerangkan kepada saya bahwa hal itu bukanlah hal yang mudah.  Tidak bisa dianggap enteng.  Memerlukan waktu yang lama, bahkan mungkin bisa sampai satu bulan. Padahal harus segera menyelesaikan pembuatan proposal karena sudah ditunggu oleh kliennya.  Saya hanya bisa diam penuh arti, dan dengan sabar mendengarkan dan berusaha mengerti kepanikannya.

Terbayang oleh saya, betapa sabarnya Tuhan menahan diri, menunggu, serta mendengarkan  keluh-kesah dan tingkah polah kepanikan kita terhadap segala persoalan yang kita hadapi, yang kita rasa amat sangat berat dan tak tertanggulangi. 

Kita bertetiak-teriak.  Kita uring-uringan.  Kita kalut dan kusut masai.  Namun, Tuhan tetap sabar terhadap kita.  Dia menahan diri, bahkan kadang sampai harus membiarkan kita menemukan dan mengerti kehendakNya.  Padahal apa sih yang tidak bisa IA lakukan?  Dia Tuhan. Dia mahakuasa.  Dia mampu dan sangat bisa untuk menyelesaikan segala perkara.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline