Lihat ke Halaman Asli

Ester Aprillia

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UAJY'20

Mendongkrak Feminimisme dan Mencegah Kekerasan Gender

Diperbarui: 10 Desember 2021   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: BBC Indonesia

Jika melihat dan membaca kata "feminisme" saja pasti teman-teman telah mengarah atau mengaitkannya dengan gender "perempuan" dan pasti akan membahas tentang perbendaharaan dalam perempuan. Apakah benar ? YA, jawabannya benar. Sebenarnya feminisme terdiri dari dua kata yaitu "feminim" yang berarti perempuan dan "isme" yang berarti pergerakan. Secara umum, menurut Wirasandi (2019:48) feminisme dapat dimaknai sebagai sebuah gerakan yang menyuarakan emansipasi atau kesetaraan gender dan keadilan hak para kaum perempuan dengan kaum laki-laki. Ketika kita menelusuri media masih banyak isu-isu perempuan yang terjadi hingga menyebabkan para kaum perempuan merasa geram dan tidak terima atas perlakuan tersebut. Berbagai masalah tentang kesetaraan gender yang gencar untuk diserukan oleh kaum perempuan akan selalu ada jika emansipasi yang diinginkan oleh mereka tidak tercapai dan tidak terpenuhi.

Salah satu kasus atau isu kesetaraan gender yang marak terjadi adalah tentang kekerasan seksual dan pelecehan seksual. Korban dominan dalam kasus kekerasan dan pelecehan seksual adalah kaum perempuan. Hal ini sering dinyatakan dalam bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan (2001) dalam Khotimah, K. & Demartoto, A. (2019:72) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan segala tindakan kekerasan baik itu secara fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh terhadap perempuan sehingga menimbulkan kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan seksual, fisik, maupun psikologis terhadap perempuan disemua kalangan baik perempuan dewasa maupun anak perempuan dan remaja. Kekerasan dapat berupa ancaman, pemaksaan, maupun melawan kebebasan perempuan. Semuanya itu dapat terjadi dimana saja dan kapan saja baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat.  

Menindaklanjuti tentang segala kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam ranah nasional ataupun global. Pergerakan-pergerakan dan aksi tidak terima pun dilakukan agar masalah dan isu yang saat itu terjadi dapat diselesaikan dengan cepat. Salah satu bentuk aksi menolak ketidakadilan dan melawan kekerasan seksual adalah aksi "Revolusi Feminis" yang dilakukan oleh kaum perempuan di Mesir pada bulan Oktober tahun 2020 lalu. Dilansir dari BBC.com mengatakan bahwa selama bertahun-tahun, budaya tentang patriarki, konservatisme, dan agama membuat para perempuan seringkali diam dan bungkam ketika pelecehan seksual terjadi. Hal itu dikarenakan sikap menyalahkan korban yang sering terjadi dianggap terlalu biasa. Namun sekarang, para perempuan di tanah Mesir akhirnya memecah kebungkaman dengan saling mendukung menyerukan keadilan.

Aksi penolakan tersebut terjadi di global atau di luar negri, di Indonesia pun gerakan feminisme untuk menyerukan kekerasan terhadap perempuan juga pernah dilakukan. Dilakukan pada bulan Maret tahun 2018 dan diberi nama gerakan Women's March 2018 dihadiri oleh sekitar 1.500 orang di Jakarta. Dilansir dari BBCIndonesia.com salah saty isu yang diangkat pada gerakan Women's March 2018 adalah kasus pembunuhan pada perempuan atau 'femicide'. Selain itu, isu-isu sosial seperti kekerasan terhadap kelompok LGBT, pernikahann anak, perlindungan atas pekerja rumah tangga, serta pernikahan anak juga menjadi konsesus dalam aksi tersebut.

Sumber: BBC Indonesia

Terlepas dari semua aksi yang dilakukan dengan terjun ke lapangan yang khususnya dilakukan oleh kaum perempuan dalam rangka menyuarakan ketidakadilan kekerasan seksual. Apakah peran media dapat membantu mencegah terjadinya hal tersebut khususnya penggunaan new media saat ini ? Internet sebagai media baru memiliki beragam kemampuan dan keunikan yang mampu mengintegrasikan mode komunikasi dan ragam konten merupakan karakteristik dari fitur mereka. Berbagai pemanfaatan memberikan daya tarik bagi para penggunanya untuk setia menggunakan internet apalagi ditambah dengan munculnya berbagai media massa berbasis internet. Media massa dalam konteks ini dapat dikatakan media baru (new media).

Media sosial merupakan bentuk dari new media yang saat ini dominan digunakan untuk semua kalangan. Beberapa jenis media sosial seperti Instagram, Whastaap, Twitter, Snapchat, Tiktok, dan masih banyak lagi. Media sosial juga memungkinkan individu untuk membuat dan memelihara hubungan sosial bersama melalui penciptaan dan distribusi informasi, dan untuk siswa, jaringan sosial yang beragam yang dibentuk melalui media sosial membantu secara signifikan meningkatkan adaptasi sosial dan budaya dalam budaya tuan rumah. Pengguna media sosial yang paling dominan adalah kaum muda. Kaum muda memanfaatkan layanan dalam new media khususnya media sosial melalui berbagai cara tidak hanya sekedar sebagai hiburan untuk diri sendiri, akan tetapi mereka memanfaatkan new media ini sebagai salah satu instrument untuk edukasi dan mendongkrak isu-isu budaya yang terjadi terlebih seperti yang terjadi disekitar mereka. Media sosial dianggap dan dipandang sebagai media alternatif bagi para kaum perempuan untuk memenuhi kebutuhan media sebagai bentuk upaya pemberdayaan.

Penggunaan new media (media sosial) salah satunya instagram adalah untuk membagikan berbagai konten dan informasi yang dikemas sedemikian rupa agar para pengguna dapat memahami pesan dalam postingan tersebut. Ada beberapa akun media sosial yang diusung menjadi fokus dalam kesetaraan gender dalam hal ini terfokus dalam budaya feminisme. Media sosial yang digunakan adalah Instagram, beberapa akun tersebut diantaranya @magdalenid, @perempuantagartegar, dan @narasi_perempuan. Ayuning, L., Setyastuti, Y., & Yuliarti, A. (2021:135) mengatakan bahwa akun Instagram tersebut berperan sebagai komunikator serta agent of change (agen perubahan) yang menjadi penggerak perubahan dalam lingkungan publik yang dapat mempersuasi atau mempengaruhi masyarakat melalui berbagai informasi seputar isu-isu perempuan yang berbentuk unggahan konten dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Ketiga akun tersebut pun membahas mengenai isu pemberdayaan perempuan, toleransi, pluralisme, dan kesetaraan gender.

Dengan kehadiran ketiga akun tersebut dapat menyerukan budaya feminisme dan menyuarakan gerakan feminisme bagi kaum perempuan agar para khalayak menyadari dan merespon hal tersebut. Dari situlah, aksi kekerasan seksual dapat dicegah karena dari postingan-postingan yang telah diunggah akan mengedukasi para pembacanya. Lalu, bagaimana dengan kita yang tidak memiliki akun tersendiri seperti ketiga akun diatas ? Kita masih bisa mendongkrak feminsme dan mencegah kekerasan seksual dengan membagikan postingan-postingan yang membahas tentang isu tersebut di Instagram kita. Baik itu mempostingnya lewat "story Instagram" ataupun "feeds Instagram", bahkan kita dapat memanfaatkan akun media sosial dengan berbagi cerita tentang pengalaman kita ataupun membagikan pendapat kita tentang isu-isu feminisme yang terjadi.

Konsep dalam komunikasi antar budaya (intercultural communication) yang dapat dikaitkan dengan penjelasan diatas adalah pengaruh media baru (the influence of media). Di mana media baru yaitu media sosial memberikan manfaat bagi para penggunanya sehingga dapat mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan. Penggunaan media sosial memungkinkan pendatang untuk memperluas jaringan pribadi mereka, mencari dukungan sosial dan emosional dari orang lain dan meningkatkan adaptasi budaya melalui ikatan yang kuat dan lemah antara individu dan kelompok (Forbush & Foucault-Welles (2016) dalam Rings, G. & Rasinger, S. (2020, h. 508). Media sosial seperti Instagram mempengaruhi pola perilaku pengguna salah satunya dalam pencarian informasi dalam hal ini informasi yang ingin dicari adalah gerakan feminisme, isu kekerasan seksual, bahkan isu-isu perempuan lainnya. Kehadiran new media ini sangat memberikan banyak manfaat apalagi dizaman sekarang teknologi serba maju dan trend selalu berubah. New media dapat memberikan pemahaman dengan cara yang mudah. Konsep KAB selanjutnya adalah tentang nilai budaya (cultural values) di mana pembahasan tentang feminisme masuk ke dalam pembahasan budaya beranah gender. Nilai budaya yang dijunjung tinggi disini adalah nilai emansipasi wanita bukan nilai patriarki. Sehingga, apapun yang dapat melanggar nilai emansipasi wanita ini dapat diberi sanksi atau hukuman.

Referensi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline