Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Pasien RSUD Lampung, Logika Arif

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Setiap manusia pastilah memiliki sifat welas-asih di relung hatinya. Lebih-lebih petugas medis yang sudah ditasbihkan sebagai warga husada bhakti. Akan tetapi faktanya, Petugas RSUD Lampung telah tega menelantarkan pasiennya. Agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari, sepatutnya kita telaah kasus ini melalui logika praktis untuk menemukan benang merahnya.

Ada beberapa alasan rumahsakit menolak pasien. Yang pertama yang paling sering muncul ke permukaan adalah persoalan biaya. Mengenai ini tak perlu lagi diuraikan, karena sudah menjadi wacana umum. Masyarakat punya alasan mengkritisinya, pihak rumahsakit pun memiliki alasan atas pendiriannya.

Penyebab kedua adalah ketidakmampuan rumah sakit menangani pasien, dengan alasan keterbatasan tenaga ahli maupun perlengkapan. Pada umumnya alasan ini dapat dibenarkan, tindakan berikutnya adalah merujuknya ke rumahsakit yang lebih besar dan lebih lengkap fasilitasnya.

Penyebab berikutnya adalah sesuatu yang sulit diucapkan namun benar-benar ada, yaitu sifat-sifat penyakit pasien yang membuat petugas rumahsakit kewalahan menanganinya. Misalnya pasien berpenyakit jiwa yang meresahkan bagi perawat maupun pasien lain. Atau pasien terlantar yang tidak memiliki keluarga, sementara pasien tersebut mesti dibantu untuk buang air besar dan air kecil, mandi dan segala keperluan lainnya. Khusus pasien dengan kategori terakhir ini (BAB harus dibantu) akan segera menimbulkan persoalan di kalangan perawat, lebih-lebih jika pasien itu memiliki gangguan jiwa.

Penyebab terakhir inilah yang kemungkinan besar pemicu terjadinya tragedi pasien RSUD Lampung.

Dengan demikian perlu dicarikan solusi terbaik. Solusi itu antara lain adalah pendampingan dari pihak keluarga pasien. Apabila pasien itu ternyata adalah orang terlantar, maka manajemen rumahsakit wajib mempekerjakan tenaga khusus atas biaya negara.

Semoga kejadian serupa tidak terulang lagi. Selamat jalan Kakek Suparman, semoga mendapat tempat yang lapang di sisiNya. Mohon maaf atas segala kesalahan kami yang hina ini!

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline