Oleh :
Esra K. Sembiring, (Alumni Ilmu Politik UGM, Magister Administrasi Publik LAN, Magister Pertahanan UNHAN)
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia rencananya akan tetap melanjutkan aksi demo di depan Gedung DPR dalam waktu dekat ini. Demonstrasi mahasiswa dan pelajar yang terkesan bertubi-tubi itu menimbulkan kekhawatiran banyak pihak akan kemurniannya.
Karena bila dilihat dari tujuan awalnya yang menuntut pembatalan berbagai RUU. Namun setelah pemerintah menunda pengesahan RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, dan RUU KUHP, namun demonstrasi mahasiswa tetap saja jalan terus. Benarkah memang itu tuntutannya, atau mungkinkah ada skenario lain, seperti yang diungkapkan Menkopolkam Wiranto.
Secara de facto demonstrasi mahasiswa sangat mungkin bisa tetap terjadi jika keberadaan pasal yang dinilai kontroversial dalam RUU tersebut tetap dibiarkan ada.
Namun seharusnya juga, aksi demo itu harus berhenti bila aspirasinya sudah terpenuhi. Lalu pertanyaannya kemudian, benarkah para demonstran yang mahasiswa itu mengetahui dengan pasti esensi pasal yang "dituduhkan" tidak pro rakyat itu ?.
Kenapa essensi ini perlu dipertanyakan ?. Sebagai contoh fakta, merujuk data resmi Polda Sumut yang menyatakan aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa di DPRD Sumut, Selasa 24 september disusupi oleh buronan terduga teroris berinisial RSL. Pria itu ditangkap bersama dengan puluhan mahasiswa yang menentang pemerintah dan DPR RI soal RKUHP dan UU KPK.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja menjelaskan RSL dibaiat oleh Abu Bakar Al Baghdadi dan tercatat sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS. Ternyata, selain contoh di medan itu, Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota juga membenarkan kabar penangkapan enam orang terduga pelaku perencana kerusuhan atau chaos dengan bahan peledak pada aksi massa yang digelar sabtu 28 september 2019.
Belum lagi "penyusup" jenis lainnya yang belum terungkap. Mungkinkah ada pihak yang akan mau bertanggungjawab bila ternyata demo itu kemudian menjadi anarkis dan makar serta menimbullan korban jiwa ?.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengingatkan, bahwa siapa pun dapat menyampaikan aspirasi di negara demokrasi ini, namun penyampaian aspirasi itu harus sesuai dengan konstitusi.
Artinya, tidak boleh anarkis dengan alasan apapun itu, apalagi yang bertujuan ingin menjegal presiden-wakil presiden yang sudah terpilih sah melalui proses pemilu. Tidak ada kompromi, pasti akan berhadapan dengan TNI.