Lihat ke Halaman Asli

Selamat Natal, Damailah Negeriku Indonesia

Diperbarui: 24 Desember 2018   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menyikapi berita sensitif tentang  pemotongan nisan "salib" di jogja, sekelumit pertanyaan "nyeleneh" tak sengaja "terbersit" di sanubari, apakah memang ada suasana lainnya, yang terasa berbeda di bulan desember ini?
Dulu, biasanya tiap saat menjelang bulan perayaan hari besar agama (apapun) selalu ramai terdengar iklan, acara khusus hingga ucapan dari awal siaran televisi hingga penutupan siaran-nya, yang berulang-ulang  disampaikan menyambut perayaan-Nya. Namun kini sepertinya terasa beda seperti saat ini. 
Memori lama seolah dipaksa muncul kembali hingga ke beberapa tahun yang lalu. Alunan "white christmas"nya  andi wiliams, maupun lagu "malam kudus" yang seakan mewakili nuansa suasana natal seakan "langka" terdengar. Yang lebih "langka" lagi (berharap) mendengar sepatah kata ucapan selamat merayakan natal, baik dari "siapapun". Masih belum ada yang terdengar menyapa. 
Bisik-bisik politik, katanya karena jumlah (pemeluknya) yang tdk signifikan dengan elektabilitas yang diharapkan? Begitukah? Faktanya, memang  terasa beda suasana yang tercipta / diciptakan saat ini. Rasa-nya beda dengan suasana hari (besar) yang lainnya? Wajar saja? Apakah beda negara-nya?
Bagi yang sensitif, citra yang terkesan saat ini bahwa kebanyakan "elite" sama-sama "was-was", saling menunggu dengan khawatir. Jangan sampai hanya karena soal "memberi dukungan" atapun memberi "ucapan selamat", nanti "kepleset" dan "digoreng" lawan-nya apalagi sampai di "viral" kan sebagai kelompok yang pro "sekulerisme", hingga akan mempengaruhi elektabilitas/ popularitas-nya bulan april nanti. Benarkah demikian "dahsyat" ekses-nya kawan?
Indikatornya apa? Menjamur-nya "warning" maupun signal "politik identitas" yang nyata ada beredar di media sosial kalangan masyarakat saat ini. Harusnya cara-cara primordialis dengan mengedepankan politik Identitas seperti saat ini tidak boleh dibiarkan, dan menjadi perhatian serius semua pihak termasuk pemerintah, karena walaupun tidak diakui, pada ujungnya rentan mengorbankan solidaritas nasional kebangsaan.  Memang ada, mau tidak mau, strategi dan intrik untuk suksesi nanti harus diakui ikut memberi andil terciptanya situasi "senyap ucapan" seperti saat ini. 
Pertanyaan lanjutan berikutnya adalah, apakah kita rela mengorbankan solidaritas kebersamaan hanya karena "perangkap" politik identitas yang sekarang ini sedang "booming" menggejala  disebagian masyarakat kita , hingga ada yang rela kehilangan  "tepo seliro" sensitifitas kemanusiaannya ?. Mudah-mudahan ini kesimpulan "sepihak"  yang tidak tepat. Hanya masalah momentum-nya saja.  Masih ada beberapa hari lagi menjelang 25 desember 2018 ini.  Subjektif opini, bukan soal penghargaan atau  penghormatan-nya,  tapi soal "sense" kebersamaan yang dirindukan  dapat adil kehadirannya. Sebagai sesama anak "kandung" bangsa ini.  
Penutup
Walau dalam lingkup situasi nasional yang nyata sedang "hangat", namun realitas masyarakat kristiani di Indonesia secara umum tetap "nyaman" menikmati romansa khas Natal dalam suasana yang sederhana, syahdu namun tetap bersahabat dengan semua saudara sebangsa-nya. Sadar untuk selalu bersahaja dan tidak "memaksa" untuk diperhatikan secara khusus adalah harapan proporsional yang wajar. Harapan yang adil saja, sesuai hak dan kewajiban-nya, yang seharusnya sama dengan sesama warga negara Indonesia lainnya. Karena kita memang berada pada negara yang sama. Hanya sepenggal kritik sehat. Semoga berkenan. Itu saja.
Selamat Natal, damailah negeriku Indonesia. 
Esra Kriahanta Sembiring, S.IP, M.AP, M.Tr (Han), Alumnus Ilmu Pemerintahan UGM, STIA LAN dan UNHAN.( Pengamat Integrasi Nasional Indonesia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline