Setiap orang pernah sakit sehingga menjadi pasien yang cerdas merupakan satu keharusan agar tetap aman (selamat) dan sejahtera di tengah centang perenangnya problem kesehatan di Indonesia.
Dari soal peresepan obat yang kadang tidak diperlukan, salah kaprah tentang obat mujarab dan suplemen-herbal, praktek dokter yang tak sesuai standar, penggunaan antibiotik yang tidak rasional, perlunya masyarakat melek kesehatan, sampai maraknya hoaks tentang kesehatan.
Inilah inti pesan yang dibahas dalam program edukasi kesehatan anak untuk orangtua sesi-3 (Pesat 3) yang diadakan Yayasan Orangtua Peduli (YOP) pada Minggu (28/7).
Dalam workshop tersebut tampil sebagai narasumber dr Purnamawati S. SpA(K), MMPaed, dr Windhi Kresnawati SpA, dr Felix SpA, dan dr Dimas S. Prasetyo.
"Sebagai industri, sektor layanan kesehatan tidak lepas dari risiko. Kesalahan medis mengutip data di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian nomor 4 dan 5 dengan nilai US$177,4 miliar pada tahun 2000. Sedangkan di Inggris kerugiannya mencapai US$847 juta pada 2006," kata Purnamawati yang akrab disapa Bunda Wati.
Jadi, kata dia, pikirkan ulang bila menganggap berobat di rumah sakit lebih aman daripada naik pesawat terbang. Industri yang dianggap berisiko tinggi seperti penerbangan dan reaktor nuklir, lanjutnya, tercatat jauh lebih aman ketimbang pelayanan kesehatan. "Kecelakaan pesawat resikonya 1 banding 10.000 sedangkan pasien tercederai saat proses mendapatkan layanan kesehatan risikonya 1 banding 300."
Ironisnya, ujar Bunda, di era media sosial sekarang kecelakaan pesawat langsung tersebar luas sedangkan di bidang kesehatan saat orang tercederai bahkan yang bersangkutan bahkan tidak tahu dan sangat jarang sampai masuk berita atau jadi viral. Yang paling berisiko khususnya pada kelompok berusia muda dan kelompok sepuh.
Sementara itu dari sisi biaya sudah sangat umum adanya anggapan bahwa sakit adalah sesuatu yang mahal. Komponen yang banyak menghabiskan biaya adalah saat pasien mendapatkan banyak obat dan ongkos untuk pemeriksaan dengan peralatan yang canggih.
"Berdasarkan data, tambahnya, 50% peresepan obat dalam industri kesehatan tidak diperlukan karena tidak efektif. Sedangkan penggunaan peralatan canggih sering tidak tepat guna," ujarnya menambahkan bahwa dua hal ini terjadi baik pada pasien dari kelompok pasien yang kaya maupun sebagian besar kelompok menengah.
Obat vs herbal dan suplemen
Terkait persepsi soal obat, Bunda mengatakan bahwa terjadi banyak salah kaprah masyarakat tentang pengertian obat yang sering rancu. Obat atau drugs, tuturnya, struktur farmakologisnya diketahui.