Lihat ke Halaman Asli

Tuhan Itu Gak Ada, Dul...

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Tuhan itu gak ada Dul…”

Abdullah hanya diam tak menanggapi pernyataanUlil. Ia tetap dalam posisi duduk bersilanya sambil memainkan butir butir tasbih dengan jemarinya, pandangan kosongnya menerawang jauh menerobos pandangan tajam sahabat karibnya itu.

“Apa juga yang kau takutkan, neraka itu hanyalah cerita tak masuk akal yang dikarang oleh orang orang tua zaman dahulu untuk menakut nakuti anak anaknya agar mereka tidak berbuat jahat. Dan surga hanyalah dongeng sebelum tidur untuk menghibur diri dan keluarga sebagai penghilang penat setelah mencari makan seharian. Dan tak kusangka ternyata engkau juga terjebak dengan dongeng itu…”. Ulil tersenyum menyeringai sambil mengarahkan pandangannya ke langit malam penuh bintang. Matanya mulai jenuh memandangi wajah datar sahabatnya yang seperti orang mati tanpa ekspresi. Ia tak menyangka, sahabat karibnya yang terkenal paling cerdas di sekolah hingga ia mendapatkan beasiswa sampai keperguruan tinggi ternama, namun bukannya menjadi seorang intelektual yang futuristik malah menjadi seorang pria kolot yang disibukkan dengan doktrin doktrin dari zaman purba.

“Bintang yang terdekat dari sistem tatasurya kita adalah 4,3 tahun kecepatan cahaya, itu sama dengan 9.331,2 triliun km. dan hingga sekarangtak seorang manusiapun tahu apa yang terdapat disekitaran bintang itu, melainkan hanya dugaan dugaan belaka. Dan tahukah kau bahwa bintang terjauh yang baru saja ditemukan berjarak 14 milyar tahun kecepatan cahaya, tahukah kau apa saja yang terdapat dibalik semua itu…? “. Akhirnya Abdullah buka bicara ketika ia melihat Ulil sedang menatap langit malam bertabur bintang. Ia mencoba menyuntikan sedikit pencerahan pada sahabatnya itu.

“Perkara yang tampak oleh mata saja, pengetahuan manusia masih tak sampai kesana. Apalagi perkara perkara yang belumtampak oleh mata…”

Abdullah bergumam sambil dadanya menahan getaran getaran aneh akibat dari ucapannya sendiri.

“Dirimu seperti katak dalam tempurung Ulil, ketika dikatakan bahwa dunia ini luas penuh dengan pepohonan, pegunungan, samudera yang luas, burung burung yang berbulu indah dan bersuara merdu, serta berbagai macam hewan hewan buas yang membinasakan. Namun kau sibuk membantah bahwa dunia itu sempit hanya luas sejengkal dan tak ada apa apa didalamnya melainkan sedikit tanah, serumpun rerumputan dan beberapa butir kerikil….”

Ulil merubah posisi duduknya, dadanyamulai naik turun mendengar perkataan perkataan Abdullah yang terasa menohok sampai kejantungnya. Otaknya berputar keras berusaha membela egonya.

“Iptek perlahan lahan akan menguak semua misteri alam, dan ketika itu terjadi, disaat itulah kau baru sadar bahwa agama hanyalah dongeng belaka…” Ulil memaksa lidahnya mengucapkan kata kata yang sebenarnya iasendiri menyangkalnya.

Abdullah tersenyum.

“Selama ini dalam semua penemuan penemuan mutakhir manusia ternyata semua telah tertulis dalam kitab kuno berumur ribuan tahun silam…”

“Apakah maksudmu Al Quran…?” Ulil menyelidik.

“Bacalah, bagaimana mungkin kau mengetahui sesuatu tanpa pernah mau membaca. Bahkan kalimat pertama Sang Khalik pada RasulNya pun adalah “IQRO”… Bacalah…!!!” .

“Halahh….daripada buang buang waktu untuk perkara yang tak berguna, lebih baik aku baca yang pasti pasti aja lah, setiap hari aku langganan koran, setiap hari aku baca laporan keuangan….hahaha….itu sudah pasti menghasilkan buat masadepanku…” Ulil tertawa terbahak menertawakan dirinya sendiri.

“Tak ada yang pasti didunia ini selain dari kematian, masadepan kita bukanlah masa tua, tapi kuburan. Sekarang kau boleh tertawa menikmati dunia namun suatu saat kau akan ditertawakan oleh dunia ketika kau tersadar bahwa kau telah terperangkap dalam tipuannya. Sekaya kayanya dan sesenang senangnya dirimu didunia, suatu saat pasti dan pasti akan kau tinggalkan. Dunia bukanlah akhir kehidupan.Sebagaimana kita tinggalkan alam rahim lalu lahir kedunia menjalani kehidupan, demikian juga kita akan tinggalkan alam dunia dan masuk ke alam selanjutnya menjalani pembalasan…”

“Pembalasan dari apa…? Maksudmu perbuatan perbuatan sia sia yang selalu kau kerjakan yang takada gunanya itu…?” Ulil menyeringai.

“Ketika di dalam rahimpun tangan, kaki, mata, mulut dan telinga adalah perkara yang tak berguna. Namun ketika kau lahir ke alam selanjutnya ternyata semua itu sangat kau butuhkan untuk bisa hidup bahagia ”.

Bersambung………………..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline