Manusia maunya self love tapi tidak punya self confidence. Sekalinya dapat yang manipulatif pasti langsung keluar statement "saya kehilangan self love setelah putus dari mantan yang manipulatif."
Banyak bicara, merasa paling tersakiti, berpikir pacaran adalah sumber kebahagiaan.
Pernyataan ini mencerminkan realitas banyak orang yang bingung antara konsep self-love dan kebutuhan akan validasi eksternal. Ada beberapa hal yang mendasari fenomena ini:
1. Konsep Self-Love yang Salah Kaprah
Banyak orang menganggap self-love hanya sekadar perawatan fisik atau memberi afirmasi positif kepada diri sendiri, tetapi lupa bahwa inti self-love adalah menerima diri secara utuh, termasuk kekurangan, luka, dan batasan pribadi. Tanpa fondasi ini, mereka rentan mencari cinta dari orang lain untuk memenuhi kekosongan yang sebenarnya berasal dari dalam diri.
2. Ketergantungan Emosional
Ketika seseorang kurang memiliki self-confidence, mereka sering menggantungkan nilai diri mereka pada pasangan. Hubungan romantis menjadi sumber validasi yang semu, dan ketika hubungan itu berakhir, mereka merasa kehilangan diri sendiri karena identitas mereka melebur dalam hubungan tersebut.
3. Pacaran sebagai Sumber Kebahagiaan
Budaya populer sering memromantisasi hubungan sebagai satu-satunya cara untuk mencapai kebahagiaan. Padahal, kebahagiaan sejati bersifat internal. Ketika hubungan gagal, mereka merasa dunia runtuh karena sejak awal menggantungkan kebahagiaan pada pasangan, bukan pada diri mereka sendiri.
4. Mentalitas Korban
Ada kecenderungan untuk mengadopsi mentalitas korban setelah putus dari hubungan yang manipulatif. Memang penting untuk memvalidasi rasa sakit, tetapi jika terus-menerus memproklamasikan diri sebagai pihak yang paling tersakiti tanpa belajar dari pengalaman, itu menjadi penghalang untuk tumbuh.