Lihat ke Halaman Asli

Persoalan Jurnalisme dan Media Sosial

Diperbarui: 29 Mei 2016   01:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Perkembangan teknologi informasi yang dibarengi gadget ternyata ikut mengubah tatanan jurnalistik di Indonesia. Maraknya media sosial bisa membunuh jurnalisme, ibarat kasarnya seperti itu. Namun dibalik itu semua jikalau dua-duanya disatukan maka bisa saling menguntungkan antara satu dan lainnya, dalam hal menyampaikan berita ditambah dengan system ketrampilan multimedia.

Maksudnya disini ketrampilan wartawan tidak hanya sebatas menulis berita dan memotret namun wartawan juga harus bisa kemampuan multimedia (teks, audio, video, gambar) untuk mempercantik dan memperindah tulisannya/menyampaikan beritanya dengan cantik/indah, tinggal bagaimana jurnalis mengolah liputannya itu menjadi hidup dengan multimedia yang ada didalam media sosial. Sifat multimedia yang terdapat pada media sosial menjadikan hal ini sebagai jurnalistik masa depan. Wartawan tidak hanya menyusun teks berita dan menampilkan foto, namun melengkapinya dengan suara dan gambar (audio video). Sehingga pembaca tidak bosan dengan berita-berita yang monoton. Bukankah manusia suka yang bervisual canggih agar menarik mata kita untuk membaca.

Disamping itu, dulu jurnalistik hanya berlaku di suratkabar (koran), majalah, radio, televisi. Namun sekarang jurnalistik merambah ke dunia media sosial. Media sosial adalah anakan dari media online dimana media sosial lebih berfungsi sebagai media interaksi/forum online/berbagi informasi dan mengungkapkan pendapat secara online/sarana interaksi sosial, pergaulan, pertemanan, antara orang-orang di seluruh dunia. Media sosial hadir sejak dunia memasuki era internet dan kemunculan situs-situs jejaring social/media sosial, khususnya seperti facebook, instagram, twitter.

Kali ini kemunculan media sosial cenderung mengubah panorama jurnalisme di Indoensia terkait proses pengumpulan berita, proses pembuatan berita dan proses penyebaran berita. Di era modern ini jurnalis dituntut lebih cakap menggunakan media-media yang bersifat maju dan modern. Agar informasi yang disampaikan lebih cepat walaupun terkadang memiliki banyak kekurangan yaitu kekurangan verifikasi data dan kurang validnya berita.

Kini setaip orang dapat memberikan informasi, memproduksi informasi dan menyebarluaskan informasi secara aktual layaknya wartawan dan hal tersebut sudah bisa dikatakan melakukan hal jurnalistik. Jurnalis sering diidentifikasi sebagai sekumpualan penulis profesional. Namun sekarang dengan adanya media sosial pekerjaan jurnalis bisa digantikan oleh para pengguna media sosial/jurnalisme warga tersebut. Sehingga jurnalis sepertinya tersaingi dengan adanya jurnalisme warga karena media sosial juga bisa dimanfaatkan oleh siapa saja karena media sosial termasuk media bebas berpendapat.

Dalam hal ini berita jurnalis tersaingi karena kini setiap orang yang memiliki ponsel pintar (smartphone) yang memiliki kamera sehingga dapat menangkap momen dan berbagi konten dan informasi dengan mudah. Setiap orang dapat mempublikasikan karyanya/ceritanya melalui media sosial. Namun yang jadi permasalahannya disini terkait media sosial adalah adanya produk berita yang dilakukan bukan oleh wartawan/jurnalis profesional namun oleh masyarakat awam atau biasa yang disebut jurnalisme warga.

Kemunculan media sosial ini memberikan ruang penuh untuk jurnalisme warga (citizen journalism). Semua orang bisa menjadi jurnalis. Berita yang dibuat oleh warga bisa dikatakan produk jurnalistik. Dan kebanyakan produk berita justru dilakukan oleh jurnalisme warga. Jurnalisme warga sendiri adalah kegiatan pengumpulan, pelaporan, penyampaian informasi berita yang dilakukan oleh masyarakat non jurnalis ke khalayak umum. Artinya bahwa berita yang turun yang dilakukan oleh warga, keakuratan beritanya perlu dipertanyakan. Apalagi menyangkut kaidah jurnalistik.

Tapi apakah produk itu bisa dkatakan produk berita yang memenuhi unsur kaidah dan pedoman jurnalisme. Sebab utamanya media yang mereka gunakan ini tidak dilengkapi prinsip dasar dan kaidah jurnalisme. Sebut saja suatu tulisan di blog atau forum-forum/tulisan di instagram yang cenderung bersifat subyektif. Karena itulah Kredibilitas sosial media dalam hal berita masih harus dipertanyakan karena menyangkut akurasi dan menyangkut karya tulis yang dilakukan warga perlu adanya verifikasi juga.

Hal ini menjadi persoalan baru bagi jurnalis tanah air. Dimana ketika informasi sangat berkembang cepat. Bahkan jurnalis bisa ketinggalan oleh informasi yang di lakukan para warga. Namun jika mereka bisa saling mamanfaatkan satu dengan lain mungkin ini akan lebih baik. Yaitu dengan cara jurnalis profesional tetap memfilter berita/informasi yang terlanjur merebak tersebut dengan cara jurnalis melakukan wawancara dengan sumber yang valid/ wawancara dengan nara sumber. Dengan begitu berita dari jurnalis lebih valid dan jurnalis harus memverifikasi kembali berita yang akan diturunkan untuk khalayak publik.

Disinilah peran wartawan tetap diperlukan. Wartawan harus bisa memverifikasi informasi sebelum tersebar luas. Dengan demikian media sosial bisa berdampingan seutuhnya dengan wartawan/jurnalis profesional dan jurnalisme warga terkait keakuratan suatu produk berita jurnalistik. Disamping itu masyarakat di tuntut untuk selektif dan mengerti mengenai berita. Masyarakat harus bisa juga melakukan verifikasi terhadap kebenaran suatu berita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline