Lihat ke Halaman Asli

Febri, Gadis Kecil yang Diperkosa di Rumah Orang Tuanya

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berita pemerkosaan yang diakhiri dengan penggorokan leher seorang gadis berusia belasan cukup membuat bergidik, cukup membuat darah mendidih, cukup membuat otak blank.

Memang benar negeri ini kehilangan kontrol secara keseluruhan. Kehilangan etika sebagai bangsa yang besar, kehilangan wibawa sebagai manusia beradab yang mestinya memegang teguh adat ketimuran.  Bukan tanpa sebab kalau bangsa ini benar-benar hancur secara moral, benar-benar hancur secara kultural.

Sebab dari kehancuran total moral bangsa, adalah sangat prosesis dan sistematis. Sebuah kondisi yang memang diharapkan terjadinya. Lihatlah tayangan televisi yang sudah tak  memiliki nilai, lihatlah ulah para elit politik yang sudah benar-benar tak memiliki nilai, ditambah lagi penegak hukum yang tak  memiliki wibawa di mata masyarakatnya sendiri.

Bukan tanpa sebab kalau penegak hukum tak dihargai, bukan tanpa sebab kalau masyarakat lebih bersikap apatis terhadap pesta demokrasi. Masyarakat yang berbudi luhur dan pemaaf ini, selalu dipaksa untuk melihat pertunjukan yang 'amoral' baik di layar televisi maupun di panggung kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang penuh  kesadaran dan tepo sliro ini dipaksa untuk mengikuti sistem 'kadal-kadalan' yang didesain oleh para petinggi negeri; sejak runtuhnya Soekarno hingga  era pasca reformasi.

Kasus pemerkosaan yang diakhiri dengan penggorokan  leher gadis usia belasan, adalah bagian dari akibat yang disebabkan oleh hal yang tersebut di atas. Sama seperti kasus korupsi, pelaku-pelaku kriminal tak sedikit yang akhirnya lolos dari jerat hukum karena ikut bermain dalam sistem 'kadal-kadalan'. Kasus pemerkosaan Febri, hingga akhirnya ia tewas mengenaskan, adalah rupa buruk moral bangsa, adalah rupa buruk wibawa penegak hukum kita.

Apa yang anda rasakan kalau, putera-puteri anda menjadi korban  'amoralisme' yang diajarkan oleh televisi dan peilaku para elit politik negeri? Akankah anda akan tetap membiarkan anak anda sendirian di rumah karena anda  sibuk  mengejar  materi siang dan malam? Kapankah kita ini sadar bahwa; Harta yang paling berharga adalah keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline