Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI menerbitkan Siaran Pers No. HM.4.6/32/SET.M.EKON.2.3/03/2020 dengan judul Pemerintah Umumkan Stimulus Ekonomi Kedua untuk Menangani Dampak COVID-19 tanggal 13 Maret 2020.
Dalam tulisan saya ini hanya ingin membahas mengenai Tindak Lanjut DitJen Pajak perihal Relaksasi PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah (PDP), sesuai dengan bidang pekerjaan saya sebagai penyedia Jasa di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia dan Sistem Informasi.
Para pemangku jabatan yang bertanggung jawab pada penggajian dan perpajakan dari perusahaan sektor industri pengolahan harus mempersiapkan modifikasi program Penggajiannya agar dapat mengakomodasi Keputusan Pemerintah dalam memberikan relaksasi PPh Pasal 21. Dalam memodifikasi program tersebut memerlukan hal-hal berikut ini yang perlu ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak:
1. Merevisi Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
Para pemangku jabatan yang bertanggung jawab pada penggajian dan perpajakan melakukan Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan berdasarkan Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Seiring dengan diberlakukannya Relaksasi PPh Pasal 21 oleh Pemerintah, pemangku jabatan yang bertanggung jawab pada penggajian dan perpajakan menanti revisi Pedoman tersebut, agar dapat melaksanakannya dengan benar dan tepat waktu.
Di dalam Siaran Pers tersebut dicantumkan: Relaksasi diberikan melalui skema PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100% atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp200 juta pada sektor industri pengolahan. Ketentuan ini bisa menimbulkan multi tafsir, antara lain:
- Karyawan sektor industri pengolahan dengan penghasilan sampai dengan Rp200 juta sebulan, PPhnya ditanggung Pemerintah dan bagi Pekerja yang penghasilannya di atas Rp200 juta sebulan semua PPh 21 ditanggung Pekerja sendiri alias tidak mendapatkan fasilitas PPh ditanggung Pemerintah.
- Pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan sampai dengan Rp200 juta setahun, PPhnya ditanggung Pemerintah dan bagi Pekerja yang penghasilannya di atas Rp200 juta setahun semua PPh 21 ditanggung sendiri oleh Pekerja alias tidak mendapatkan fasilitas PPh ditanggung Pemerintah.
- Pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan sampai dengan Rp200 juta sebulan, PPhnya ditanggung Pemerintah dan bagi Pekerja yang penghasilannya di atas Rp200 juta sebulan sebagian PPh 21 ditanggung Pemerintah (PPh atas Rp 200juta Penhasilan sebulan) dan PPh atas Penghasilan selebihnya ditanggung sendiri oleh Pekerja.
- Pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan sampai dengan Rp200 juta setahun, PPhnya ditanggung Pemerintah dan bagi Pekerja yang penghasilannya di atas Rp200 juta setahun sebagian PPh 21 ditanggung Pemerintah (PPh atas Rp 200juta Penhasilan setahun) dan PPh atas Penghasilan selebihnya ditanggung sendiri oleh Pekerja.
Selain itu diperlukan juga penjelasan mengenai sektor industri pengolahan yang dimaksud, seperti di dalam PMK No. 43/PMK.03/2009 terdapat rincian daftar industri yang mendapat manfaat. Sedangkan di dalam dokumen Siaran Pers No. HM.4.6/32/SET.M.EKON.2.3/03/2020 tidak ada penjelasannnya.
Untuk menghindari multi tafsir tersebut, diperlukan Revisi Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Oleh karena untuk memodifikasi program guna menyesuaikan dengan Pedoman tersebut memerlukan waktu, maka waktu yang ideal penerbitan Revisi Pedoman Teknis tersebut diharapkan paling lambat tanggal 5 April 2020. Dengan demikian pada saat proses Penggajian bulan April yang biasanya dilakukan mulai tanggal 15 April, modifikasi program di perusahaan-perusahaan sudah terselsesaikan.
2. Memodifikasi Program e-SPT
Selain Revisi Pedoman Teknis sebagaimana diuraikan pada butir 1 di atas, yang perlu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah memodifikasi Program e-SPT untuk menyediakan field Pajak Ditanggung Pemerintah.
Namun ketika melakukan modifikasi Program e-SPT tersebut mesti mempertimbangkan agar perusahaan/lembaga/organsasi yang tidak mendapat manfaat atas Relaksasi PPh Pasal 21 tidak perlu menyesuaikan dengan Program e-SPT yang baru. Program e-SPT yang baru hanya untuk mengakomodasi laporan SPT Masa dari sektor industri pengolahan saja.
Perusahaan sektor industri pengolahan juga memerlukan waku untuk memodifikasi program agar dapat menyediakan format keluaran 172i bulanan yang sesuai dengan Program e-SPT yang baru, oleh karena itu idealnya Modifikasi Program e-SPT di Direktorat Jenderal Pajak sudah diselesaikan sebelum akhir April 2020 agar Wajib Pajak tidak terlambat melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 Aptil 2020.
3. Sosialisai dan Distribusi Program e-SPT Baru
Setelah Program e-SPT selesai dimodifikasi, Direktorat Jenderal Pajak mesti melakukan Sosialisasi dan Distribusi Program e-SPT Baru ke sektor industri pengolahan saja, agar Wajib Pajak dapat segera memodifikasi programnya.
Berharap Direktorat Jenderal Pajak mengupayakan terpenuhinya harapan tersebut di atas.....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI