Lihat ke Halaman Asli

Plesetan di Pasar Kangen Yogya Istimewa: Ajang Wirausaha Para Pinisepuh

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

[caption id="attachment_117815" align="aligncenter" width="480" caption="Lomba Plesetan Yogya Pasar Kangen 2011"][/caption] Selasa tanggal 21 Juni 2011 warga Yogyakarta akan dihibur dengan sajian lomba Plesetan di Taman Budaya dalam rangkaian Pasar Kangen 2011. Bisa dibayangkan kalau lomba plesetan ini diadakan di Yogya, pasti para "pemleset" yang sudah terlatih sejak kecil akan tampil dengan penuh daya pikat. Jadi ingat lomba plesetan yang pernah digelar juga di Yogyakarta. "Nyanyikan lagu Kebangsaan dengan kata dasar PANDAN!", begitu perintah panitia lomba, dan mengalunlah sebuah lagu dengan gagahnya. "PANDANmu negeri aku berjanji...!" Penonton dibuat terpingkal-pingkal dengan ulah para "pemleset" alias "Pleseter" ini. Begitu kata si empunya cerita padaku. Aku sendiri malah belum pernah nonton lomba plesetan secara langsung. Acara lomba ini tentu sangat menarik, apalagi bagiku yang belum pernah melihatnya. Pasar Kangen sebagai ajang lomba ini juga sangat menarik. Mulai dari stand mas Tertib Suratmo yang menjual wayang karton sampai ke penjual iklan tempoe doeloe yang lucu-lucu. Semuanya tersaji dalam acara pasar Kangen yang memakai Taman Budaya sebagai lokasi acaranya. Lokasi ini tidak terlalu luas dan sebenarnya masih banyak stand yang belum kebagian tempat. Tahun depan mungkin perlu dipikirkan tempat yang lebih luas atau waktu yang lebih lama sehingga semua pengisi stand bisa kebagian tempat, meskipun secara bergiliran. Mas Tertib Suratmo, seniman multi jaman sejak jaman Bengkel Tater tampak menempati stand terdepan di lokasi Pasar. Terlihat beliau nampak serius menunggui dagangannya, seperangkat wayang karton yang sederhana dengan harga sekitar 15 ribu, tanpa menawar. [caption id="attachment_117817" align="aligncenter" width="640" caption="Mas Tertib penujual Wayang Karton yang tetap semangat di usia senja"][/caption] Rasanya tidak tega hati ini kalau sampai menawar dagangan mas Tertib Suratmo. Jaman masih jaya-jayanya teater Yogya, baik era Rendra denga Bengkel Taternya atau era Dinastinya mas Fajar, aku paling suka mendengarkan suara mas Tertib yang khas. Kalau siaran di Radio, mungkin orang tidak akan mengira kalau penampilan mas Tertib itu kecil kurus dan penuh senyum. Pasti bayangannya mas Tertib Suratmo ini kayak Werkudoro, gagah gedhe duwur! Di stand ini, nostalgiapun terjadi, hampir semua orang yang pernah dekat dengan dunia teater mampir ke stand mas Tertib dan bertemulah kita dengan teman-teman lama yang masih aktif di teater maupun yang sudah meninggalkan dunia teater. [caption id="attachment_117818" align="aligncenter" width="640" caption="Mas Jemek yang semakin nyentrik (tanpa make up)"][/caption] Beberapa waktu lalu aku sempat bertanya pada mas Puntung, seorang penulis naskah teater, tentang kelangkaan naskah teater saat ini. Jawaban mas Puntung langsung to the point, "Kita juga perlu nyambut gawe, bekerja, sehingga tidak tiap hari bisa buat naskah..." Seniman teater memang beda dengan seniman yang sering muncul di layar kaca. Kehidupan mereka sangat jauh bedanya. Jangan bandingkan seorang Tertib Suratmo yang sudah malang melintang di berbagai jenis panggung teater dengan paras elebriti yang sering "tertukar putrinya". Mereka sama-sama seniman dalam penampilan yang bagai bumi dan langit. Mas Tertib masih harus mencari pendapatan lain untuk menghidupi keluarganya. Tubuh rentanya tidak mudah menyerah dengan kehidupan yang keras ini. Beliau tetap setia berwira usaha, menekuni pembuatan wayang karton dan menjualnya dimana ada kesempatan. Mas Jemek yang semakin nyentrik terlihat ikut membantu publikasi jualan mas Tertib. Inilah sinergi para seniman Yogya yang tidak banyak bicara tetapi lebih banyak berbuat. Ini seperti yang dilakukan mas Jemek ketika bersama kawan-kawan seniman Yogya mengadakan acara amal untujk membantu Sujud Seniman Kendang Yogyakarta yang terganggu penglihatannya. Komunitas Seniman Yogya memang masih kuat dan tetap tegar menghadapi perubahan generasi ini. 50 tahun lampau mereka masih anak-anak dan kini ternyata mereka masih bis amemberi inspirasi buat anak-anak kita. Banyak sekali teman-teman yang mengajak keluarganya ke acara ini. Mereka ingin mengenang ketika masa jajanan pasar yang ditampilkan di pasar ini masih merajai pasar. Merek aingin menunjukkan bahwa para pinisepuh yang 50 tahun lalu masih anak-anak, sekarang masih setia dengan semangat berwirausaha yang luar biasa. Antrian yang padat di Warung Sate Lontong Sayur juga menampilkan sang pemilik yang sudah sepuh. Mungkin seumuran dengan gudeg Bu Slamet yang juga sudah sepuh banget dan masih jualan. Sudah lama antrinya dapatnya cuma dua tusuk sate. Memang harus berbagi dengan para peminat sate yang lain. [caption id="attachment_117823" align="aligncenter" width="640" caption="Sate Lontong Sayur Bu Mul"][/caption] Semangat wirausaha tidak pernah luntur, meskipun mungkin bukan karena keinginan tapi karena keterpaksaan. Saatnya anak muda belajar dari mereka. Ambil yang baik dan buang yang kurang baik. Boleh terpeleset tapi jangan terlalu sering terpeleset, cepat bangun dan tegakkan lagi langkah kita. Selamat berwirausaha. Salam sehati. Jangan lupa nonton lomba plesetan di Pasar Kangen 2011 Taman Budaya Yogyakarta, tanggal 21 Juni 2011.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline