Lihat ke Halaman Asli

Di Indonesia Sepakbola Bukan untuk Prestasi, Melainkan Sekadar Hiburan

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sebelum masuk ke penjabaran judul artikel di atas marilah kita lihat fakta berikut ini: Indonesia vs Belanda 1-3, Indonesia vs Arsenal 0-7, Indonesia vs Liverpool 0-2, dan Indonesia vs Chelsea 1-8. Meski diembel-embeli atribut All Star atau Selection, materi pemain Indonesia tak jauh beda.

Miris memang melihatnya, tapi itulah yang sering dialami Timnas Indonesia. Meski sering beruji coba, persoalan yang dihadapi Timnas Indonesia masih itu-itu saja semisal stamina dan mental yang buruk, sering salah umpan, dan kerja sama antar lini yang tidak berjalan.

Uniknya, walau kerap menjadi bulan-bulanan tim top dunia, Indonesia sepertinya tak pernah belajar dari pengalaman itu. Intensitas uji coba malah makin sering, sementara kualitas permainan timnas kita tetap tidak meningkat.

Hal inilah yang kemudian memunculkan pertanyaan apakah otoritas sepak bola Indonesia serius dalam mempersiapkan tim ataukah hanya untuk hiburan saja? Lantas benarkah ada banyak kepentingan yang bermain di balik semua ini? Siapa sajakah yang diuntungkan dengan hadirnya klub ataupun timnas top dunia ke Indonesia?

Yang pertama tentunya stasiun televisi khususnya MNC Grup dan SCTV. Saat pertandingan internasional digelar antusiasme penonton begitu tinggi. Dengan begitu, iklan pun berlomba-lomba masuk ke stasiun televisi tersebut.

Tampak sekali bahwa misi yang diusung oleh televisi lebih cenderung ke aspek entertainment. Kedatangan tim top asing diekspos habis-habisan mulai dari meet & greet, coaching clinic, hingga jamuan makan. Tak salah memang, mereka prinsipnya ingin bikin fans senang sekaligus pundi-pundi pun datang.

Kedua, politisi. Wiranto adalah salah satunya. Sejak Hery Tanoe memutuskan bergabung ke Hanura, Wiranto memang banyak mendapatslot iklan untuk berkampanye. Belakangan Wiranto juga terlihat duduk manis di kursi VIP menyaksikan pertandingan Indonesia melawan klub elit Eropa.

Wiranto sepertinya memang menjadikan olahraga dengan sasaran anak muda sebagai salah satu bentuk pencitraan untuk Pilpres mendatang. Lihat saja iklannya yang tayang di MNC Grup, Wiranto tampak bangga dengan sabuk hitam Dan V karate yang disandangnya.

Jangan lupa, Roy Suryo, politisi Demokrat yang saat ini menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga juga mendapat keuntungan dengan hadirnya klub atau timnas asing saat berlaga di Indonesia. Meski tak suka bola, Roy tampak rajin mengisi tribun kehormatan.

Ketiga, sadar atau tidak, PSSI juga seperti mendapat durian runtuh. Mereka tak berbuat apa-apa, tak ada prestasi pula, namun di sisi lain problem yang membelitnya sejenak dilupakan publik. Perpecahan yang sebenarnya masih membelit PSSI sampai saat ini belakangan jarang terdengar lagi karena masyarakat dibuai oleh partandingan-pertandinga uji coba itu.

Dahaga para suporter fanatik klub-klub asing memang cukup terpuaskan dengan kehadiran idola mereka. Jika selama ini mereka hanya menyaksikan aksi lapangan para pemain dari layar televisi, kini mereka saksikan langsung dari stadion.

Lantas bagaimana dengan prestasi sepakbola Indonesia? Sepertinya jauh panggang dari api. Memang akan selalu muncul permakluman Indonesia kalah karena memang beda kualitas, tapi poinnya bukan di situ.

Bertemu dengan tim besar seolah tak menghasilkan pelajaran berharga bagi Kurnia Meiga dkk. Justru yang sering mencuat ke permukaan adalah para pemain kita sebelum pertandingan dimulaisudah gembar-gembor menargetkan tukar kostum dengan siapa.

Kalau ingin berprestasi, sebenarnya tak perlu ngotot menghadapi klub atau timnas top dunia. Pembinaan usia dini secara konsisten tanpa harus dicampuradukkan dengan kepentingan politik bisa jadi solusi yang tepat.

Okelah kalau ingin uji coba, lawanlah tim yang levelnya tidak terlalu jauh di atas Indonesia. Dengan demikian, kekurangan-kekurangan pemain bisa terlihat dengan jelas. Bandingkan bila bertanding dengan tim yang levelnya di jauh atas Indonesia, tak bisa dievaluasi mana yang menjadi kelemahan karena memangsemuanya terlihat buruk.

Akan lebih bagus jika ada sinergi antara media dan otoritas sepakbola kita. Artinya, media televisi tak hanya menonjolkan unsur entertainment-nya saja. Sebaliknya PSSI pun harusnya berkaca pula dan perlu introspeksi diri. Penggemar bola tentunya ingin melihat Timnas Merah Putih jadi tim yang tangguh. Semoga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline