Lihat ke Halaman Asli

Disini Segala Sesuatunya Bermuara

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1411136679497780475

[caption id="attachment_360199" align="aligncenter" width="300" caption="Abah Jumar berdiri diatas tumpukan sampah rumah tangga dan limbah pabrik tekstil"][/caption]

Tepat satu tahun lalu saya mendapat kesempatan untuk menjadi saksi mata pengerusakan alam di Jawa Barat. Bersama tiga orang teman, saya diajak untuk mendokumentasikan aktivitasaliran Sungai Citarum yang berada di Bandung Jawa Barat.Awalnya saya berfikir ini akan menjadi perjalanan yang sangat menyenangkan. Dan memang betul sangat menyenangkan, seperti yang kalian tahu, orang orang didaerah jawa barat terkenal ramah dan biaya hidup disini tergolong murah dan terjangkau, dan ini yang membuat saya senang.

Namun setelah beberapa jam perjalanan kita tempuh sampailah kita di kediaman Abah Jumar. Kita berempat langsung disambut dengan kehangatan teh manis yang disuguhkan oleh beliau. Abah Jumar adalah orang yang akan mengantar kami ketempat segala sesuatunya bermuara. Mulai dari sampah rumah tangga sampai dengan sisa limbah pabrik tekstil dekat rumahnya.

Tanpa menunggu lama kami pun menenggak habis teh manis buatannya dan beliaupun segera menuntun kami menuju jalan setapak melewati belakang rumahnya. Jalan itu berujung menuju sebuah tepi sungai yang lumayan curam. Batang dan ranting pohon pun tak ragu kami cengkeram alih alih menghindari terpeleset dan nyemplung kedalam air bekas sisa pembuangan limbah pabrik tekstil. “ Ini yang namanya Curug Jompong “ ujar salah satu teman saya. Bau menyengat yang menusuk hidung , air yang hitam pekat, sampah mengambang begitu saja seakan menjadi pemandangan yang lumrah dan biasa di daerah ini.

Ketiga teman saya pun bergegas mengeluarkan kamera dan mulai merekam aktivitas yang terjadi di aliran sungai Citarum di curug Jompong, sementara saya cuma bisa terkejut melihat apa yang terjadi disini. Bagaimana tidak, tempat yang tercatat dalam buku panduan wisata priangan tahun 1927 yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda harus berakhir tragis seperti ini. Disini mayoritas bebatuan diisi oleh batuan purba dan sangat disayangkan harus dialiri dengan limbah pabrik tektil dan sampah rumah tangga. Saya membayangkan masa kejayaan curug jompong seperti yang dikatakan Abah Jumar dimana dahulu sering sekali tempat ini menjadi tempat para noni noni belanda untuk mandi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline