Lihat ke Halaman Asli

Esa Mafatihurrahmah

Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Main Game, Jadi Ladang Cuan atau Ladang Penyakit?

Diperbarui: 17 Desember 2024   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Anak yang Gemar Bermain Game

Bermain game adalah aktivitas yang semakin populer di kalangan berbagai usia. Data dari We Are Social pada tahun 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 3,2 miliar orang di seluruh dunia bermain game, dengan pasar game global bernilai lebih dari USD 200 miliar. Di Indonesia sendiri, Statista mencatat bahwa pada tahun 2022, terdapat lebih dari 100 juta gamer aktif. Namun, fenomena ini tidak lepas dari sisi gelap, yaitu kecanduan bermain game yang kian mengkhawatirkan.

Kecanduan game, atau gaming disorder, telah diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai gangguan mental sejak 2018. Kondisi ini ditandai dengan hilangnya kontrol atas waktu bermain, prioritas yang berubah, dan dampak negatif pada kehidupan sosial serta kesehatan fisik dan mental. Di Indonesia, kasus kecanduan game meningkat selama pandemi COVID-19. Sebuah survei dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa 85% remaja menghabiskan lebih dari 6 jam sehari untuk bermain game. Akibatnya, banyak yang mengalami penurunan prestasi akademik, kurang tidur, hingga gangguan interaksi sosial.

Namun, di sisi lain, bermain game juga menawarkan peluang besar sebagai ladang cuan. E-sports, konten game di YouTube dan Twitch, hingga pekerjaan sebagai pengembang game, telah menciptakan berbagai profesi baru. Contohnya, tim e-sports Indonesia seperti EVOS dan RRQ telah menjuarai turnamen internasional dengan hadiah mencapai miliaran rupiah. Selain itu, streamer seperti Jess No Limit dan Windah Basudara berhasil menghasilkan pendapatan besar melalui platform digital.

Lalu, bagaimana cara menyeimbangkan manfaat dan risiko bermain game? Solusi dimulai dari pendidikan dan pengawasan. Orang tua perlu membatasi waktu bermain anak-anak serta mengenalkan mereka pada dunia e-sports yang sehat dan kompetitif. Bagi gamer dewasa, penting untuk menerapkan manajemen waktu yang baik. Pemerintah dan penyedia game juga perlu berperan, misalnya dengan menyediakan fitur pengingat waktu bermain atau edukasi tentang dampak kecanduan.

Kesimpulannya, bermain game dapat menjadi aktivitas produktif jika dilakukan dengan bijak. Dengan memanfaatkan peluang yang ada sambil mengendalikan dampak negatifnya, game tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sumber penghasilan yang menjanjikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline