Lihat ke Halaman Asli

Esai Kita

Tukang Tulis

Catatan Najwa dan Tiga Artikel Soal Novel

Diperbarui: 26 Juli 2017   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi Novel Baswedan pasca insiden penyiraman air keras ke wajahnya usai salat subuh oleh preman. [Sumber: www.news.okezone.com]

Mata Najwa menyajikan wawancara ekslusif bersama Novel Baswedan (26/7). Dalam catatannya yang menyentuh rasa kemanusiaan kita, Najwa mengutarakan bahwa mata penyidik Novel Baswedan yang rusak, menjadi simbol pemberantasan korupsi yang terbajak. Penyelesaian hukum kasus Novel Baswedan, menjadi ujian keras Presiden untuk berlaku transparan. Jika warga dan negara sekeras baja memberantas korupsi, tak akan mungkin kita biarkan teror ke Novel Baswedan terjadi berkali-kali.

Demi moral kita bersama, lanjut Najwa, Presiden harus turun tangan langsung, memastikan hukum masih bisa tegak membusung. Kita perlu membentuk tim independen pengusutan fakta, demi jaminan keseriusan penyelesaian masalah. Apa kata anak cucu kita sekarang dan nanti, jika negara bungkam melihat KPK hendak diinjak mati. Kita tahu ada begitu banyak pejabat murka, melihat operasi korupsi mereka diusik KPK.  Kepada publik Pak Kapolri harus membuktikan, utang kasus Novel Baswedan yang menuntut penuntasan. Jangan biarkan para drakula koruptor berjaya, merasa bisa menghisap darah negara dengan membunuh KPK. 

Sebelum ini, banyak berita, opini atau artikel soal kasus biadab yang menimpa Novel. Diantaranya Beyond Blogging Kompasiana, melalui artikel Afifuddin lubis yang berjudul "Siapa Jenderal Polisi yang Dituduh Novel Baswedan Itu?". Artikel ini menjelaskan soal teka teki yang menyelimuti publik tentang siapa pelaku penyiraman secara tiba-tiba Novel. Dalam wawancaranya dengan Time sebuah majalah bergengsi di dunia internasional, Novel mengemukakan pernyataan yang mengejutkan.

"Saya sebenarnya telah menerima informasi bahwa seorang jenderal kepolisian level tinggi dari jajaran kepolisian terlibat (dalam kasus penyiraman air keras). Awalnya saya bilang itu informasi yang bisa jadi salah. Namun kini, sudah dua bulan lamanya dan kasus saya tidak juga menemukan titik terang. Saya katakan ,perasaan saya bahwa informasi itu bisa saja benar" pernyataan Novel kepada Majalah Time (10/6/2017) seperti dikutip Republika.  

Selain itu, "Anda pasti tak dapat membayangkan, mungkin saja saat ini pelaku lagi melenggang bebas ke sana-ke sini, wara-wiri, pelesir, santai di pantai, berpesta selangkangan, main ke mall, ngupi, update status di facebook. Lalu Novelnya? Lebaran dengan biji mata yang hampir rusak, Pak Polisi. Lucu kan?. Pak Polisi, piye Novel Baswedan? Saya malah justru ingin serius bertanya kepada Pak Kapolri. Pak Tito, Piye Novel Baswedan?" tulis Muktamar Umakaapa dalam opininya,"Pak Polisi, piye Novel Baswedan?"

Dan terakhir, Bagong Suyanto, Pengajar Mata Kuliah Urbanisasi dan Perkembangan Megaurban Program Pascasarjana FISIP Universitas Airlangga, Surabaya menilai, mengancam penyidik, melancarkan teror, bahkan melakukan aksi penyerangan secara biadab adalah bentuk-bentuk tindakan perlawanan ala preman yang mulai berkembang sekarang. Cara-cara semacam ini adalah sepenuhnya kriminal. 

Ya, kriminal dan maha biadab!. Demikian, nantikan ulasan selanjutnya soal kolom populer dan artikel-artikel kekinian yang hits di media. Salam Kemanusiaan untuk Novel Baswedan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline