Lihat ke Halaman Asli

Belum Beruntung

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ia mengenalmu dengan sangat baik. Tapi saat terakhir kali bicara padamu, Ia mematahkan hatimu, harapanmu dan semua gambaran indah tentang kalian. Lidahmu kelu, tubuhmu kaku. Dan kau berusaha mati matian menahan air mata yang membuncah

"Ehm… aku.. aku harus pegi"

"kemana?"

Kau berlari meninggalkannya. Air matamu tumpah bersamaan dengan air mata semesta. Setidaknya, kau bukan satu satunya yang menangis kan?

Kau menoleh kebelakang. Rupanya Ia masih memandangimu dari dalam kaca besar cafe itu. Kau berusaha tersenyum. Melambaikan tangan. Kemudian handphone mu bergetar. Ia mengirimimu sebuah pesan singkat.

Menangislah disini, kau tak perlu menyembunyikan tangismu dibawah air hujan. Kembalilah. :)


Lantas kau berpikir, pria macam apa dia.. membiarkan wanitanya menerobos hujan karena perkataannya… dan hanya mengirimimu sebuah pesan singkat saja. Bahkan Ia tak mau repot repot basah kuyup untuk mengejarmu kan? Eh tunggu dulu, setelah semua yang Ia ucapkan padamu… kau yakin masih menjadi ‘wanitanya’?

*****

Dua tahun sudah setelah kejadian itu. Kau berusaha membenamkan lukamu kedalam bejana waktu. Hingga suatu ketika, semesta menjebakmu.

Hujan deras lagi. Kali ini Caramel Macchiato adalah satu satunya tujuanmu untuk beberapa waktu kedepan. Hingga kau menyadari jika tak ada lagi kursi kosong tersisa, kecuali kau harus duduk semeja dengan pria jangkung yang sedang asik membolak balik halaman sebuah buku.

"Permisi, kursi ini kosong?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline