Lihat ke Halaman Asli

Insiden Tanjung Priok

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum selesai masalah mafia kasus, insiden tanjung priok sudah kembali menuai bencana. Banyak rakyat kecil yang menjadi korban. Ratusan orang luka-luka bahkan ada seorang anak remaja tewas dikeroyok ‘petugas keamanan'. Belum lagi aksi protes yang melibatkan sekitar 500 warga ini berjalan tidak imbang. Warga yang kebanyakan jama'ah pengajian tersebut harus berhadapan dengan sekitar 2000 satpol pp dan 600 polisi yang diperbantukan. Warga benar-benar seperti ‘musuh negara' dalam negaranya sendiri. Kali ini saya benar-benar geram dan semakin heran dengan sikap pemerintah yang tidak bijak.

Saya biasa melewati makam mbah priok setiap harinya. Walaupun bukan termasuk orang yang terbiasa mengaji di makam. tapi saya menghormati kepercayaan warga yang sudah menjadi tradisi itu. Siapa sebenarnya mbah priok itu? Mbah Priok adalah seorang ulama. Masyarakat menyebutnya Habib. Ia dilahirkan di Palembang tahun 1727 dengan nama Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA. Menurut catatan, pada tahun 1756 Habib Hasan bin Muhammad bersama Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam.

Setiap kamis malam, ratusan orang dari berbagai daerah memenuhi mesjid makam mbah priok untuk mengadakan pengajian. Biasanya selepas itu mereka mendapatkan makan malam gratis. Terlepas dari apa motif warga mengikuti pengajian tersebut, tapi makam yg terletak di komplek mesjid di wilayah tanjung priok itu memang sudah ‘dikeramatkan' secara turun temurun. Mereka menganggap Habib Al Arif adalah salah seorang wali yang sudah memiliki jasa yang besar dalam menyebarkan agama islam khususnya dipulau jawa.

Konon pemerintah berencana ‘memperindah' kawasan milik pelindo itu dengan membuatkan taman dan sungai sehingga makam mbah priok harus dibongkar. Kabar tersebut jelas membuat para jama'ah keberatan. Mereka sudah menjalani ritual pengajian secara turun temurun dan memiliki ikatan ideologis yang kuat. Ibarat tawon, kalau sarangnya tidak diusik, ia tidak akan menyerang. Tapi kalau kenyamanannya sudak di obrak abrik, jangan salahkan kalau sekawanan tawon akan menyerang balik. Padahal kalau saja pemerintah mau belajar menjadi petani tawon yang tahu bagaimana cara mengambil madu dari sarangnya. Pasti tidak akan ada pihak yang dirugikan.

Ada apa dengan pemerintah? Untuk memenuhi keinginannya mereka mengambil jalan kekerasan dan ‘sampai hati' memerangi rakyatnya sendiri. Akibat insiden tersebut, banyak fasilitas umum rusak dan mobil-mobil para petugas keamanan dibakar massa, entah berapa banyak kerugian yang didapatkan. Tapi tentunya kerugian materi tak sebanding dengan nilai ratusan orang yang terluka dan puluhan nyawa yang melayang akibat insiden tersebut.

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un...

* Turut berduka cita atas kematian hati nurani pemerintah*




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline