Lihat ke Halaman Asli

Mana Lebih Terjangkau, Matang atau Mentah?

Diperbarui: 29 April 2020   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

masakan, dokpribadi

Sudah sebulan lebih saya dirumahkan namun tetap bekerja, kerennya disebut Work From Home. Bekerja dari jam enam pagi sampai jam dua belas siang dengan pengumpulan Rencana Pembelajaran sebagai tugas akhir tiap harinya. Ya! Karena saya adalah seorang guru di Sekolah Dasar Negeri. 

Setelah itu, saya akan melakukan tugas selanjutnya yaitu ibadah dan rebahan. Saat ini rebahan di siang hari adalah kegiatan yang paling menyenangkan untuk saya atau sebagian orang setelah melakukan tugas rutinnya. Tidur siang selama dua jam dirasa cukup untuk dilakukan agar tak terlalu "kebablasan menjelang maghrib".

Menjelang ashar biasanya saya dan ibu merencanakan makanan berbuka apa yang ingin dihidangkan setiap harinya. Ada kalanya kami merencanakan membeli makanan matang di warung makan langganan atau iseng ke pasar tradisional untuk mengolah asa memasak (khususnya untuk saya loh).

Prestasi untuk saya mengolah bahan mentah menjadi makanan lezat (semoga) adalah hal yang menakjubkan tentunya untuk saya sendiri, pastinya dengan niat semuanya pasti jadi. Teringat pesan Ibunda bahwa bahan dasar memasak tak lepas dari bawang merah dan bawang putih serta garam dan gula tentunya.

Ngomong-ngomong soal bahan dasar tersebut, harga perbawangan nampaknya naik turun. Sebagai contoh harga bawang merah sekilo kadang lima puluh ribu bisa juga esoknya enam puluh ribu. 

Begitu juga dengan bawang putih. Namun apapun harga yang terjadi, saya selalu berkata kepada penjual, "Bu, bawang merah dan putihnya masing-masing sepuluh ribu ya" atau "Cabai rawit merahnya lima ribu ya" tentunya lebih praktis dibanding drama tawar menawar. Entah mengapa saya senang memakai kalimat jual beli dengan nominal walau tak tahu berapa ukuran berat yang dikemas tiap nominal yang saya ucapkan karena sang pedagang pun menakar sesuka hatinya. "Intinya sih bisa untuk dua hari yaitu hari ini dan esok".

Tentunya beda dengan Ibunda, beliau pasti akan membeli dengan kadar ukuran berat. Sekilo, setengah kilo atau seperempat yang tentunya bertransaksi di lapak pedagang langganannya di pasar. Tapi dengan pelajaran beli membeli di pasar tradisional maupun modern, saya jadi mengetahui harga-harga bahan mentah yang sedang terjadi. Bedanya jika tradisional membuat saya lebih berkeringat, pasar modern membuat saya betah karena ruanganya memakai pendingin, "Halah komentar apa ini?"

Sebuah Pilihan dengan yang Matang atau Mentah?

Seperti halnya memilih pendamping saat ini, saya pikir lebih seru jika hidupnya telah matang karena dengan usia yang tidak AbeGeh memilih yang mentah akan dirasa ..... ah kok gak nyambung. Jadi begini, membeli makanan matang bagi saya ada plus minusnya. Plusnya adalah tinggal beli dan dimakan tanpa banyak cucian perabot. Minusnya??? Hmm, hanya memupuk kemalasan dalam memasak saja. "Memang kamu sudah jago masak?"

Pokoknya selalu ingat ucapan Ibunda yang saya pegang sampai sekarang adalah dimana ada bawang merah, bawang putih, garam dan gula suatu masakan pasti jadi. Tentunya jangan lupa ditambahkan bahan-bahan lainnya yang akan merubah masakan tersebut jadi apa prok... prok... prok...

Kembali lagi dalam dalam topik makanan matang. Dari sejak sekolah, ada warung makanan di komplek saya tinggal yang telah menjadi langganan. Disamping bersih, enak dan harganya terjangkau. Misalnya untuk saat ini, seporsi pecel sayur dengan bumbunya diharga dengan lima ribu rupiah lengkap dengan kangkung, tauge, labu dan kacang panjang plus tambah seribu dengan bakwan. Beberapa hari lalu saya membuat pecel sendiri dengan ukuran tiga orang yang habis untuk belanja sampai dua puluh ribu rupiah, jadi dirasa hematan yang matang bukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline