Lihat ke Halaman Asli

Ketika Rasa Desa Sama dengan Kota

Diperbarui: 8 Juni 2018   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jalanan yang sunyi, dokpri

Sepertinya seru kalau keliling Jakarta sendirian dengan menggowes sepeda atau memakai motor. Jarak Tanjung Priok ke Monas hanya ditempuh dengan waktu setengah jam atau melaju mobil dengan kecepatan maksimal di jalan tol dalam kota benar-benar tanpa adanya hambatan.

Dengan suasana kemacetan Jakarta saat ini, apakah khayalan saya tersebut bisa dilakukan?

Mengapa tidak?!

Jakarta bisa sepi, bersih dan alami disaat 70 % masyarakatnya pergi keluar kota atau mudik ke kampung halaman. Mungkin jalan raya di samping komplek dapat dijadikan arena bermain sepak bola saking sepinya karena tidak ada trailer yang lewat.

~~

Khayalanku di atas bisa saja terjadi apabila aku tidak mengikuti arus mudik ke kampung halaman. Sudah pasti tentunya aku akan mudik bersama beribu-ribu masyarakat Jakarta menuju ke tengah bahkan timur pulau Jawa. Kampung halamanku adalah sebuah desa di barat Yogyakarta. Desa sepi sunyi yang terjadi saat sepuluh tahun yang lalu. Namun imbas pembangunan bandara membuat desa ini kian ramai. 

Banyak penduduk baru yang datang dan menempati bagian dari desa ini. Mereka jelas bukan orang Jogja tapi orang luar yang mencari penghidupan disini. Tak masalah bagiku namun aku merasa, apa bedanya saat aku di Kota Metropolitan dengan disini jika ingin mengunjungi kota Jogja saja sudah mengalami kemacetan?

Tak hanya itu, polusi sudah membuat gerah suasana pedesaan yang tak dingin hingga badan menggigil. Dimana-mana telah ramai orang untuk mengunjungi suatu tempat atau sekedar mencari keriuhan. Bahkan Jogja sudah mirip dengan Jakarta karena telah ramai dengan pembangunan apartemen bahkan pusat perbelanjaan.

Kalau boleh saya menyanggah, kalau boleh saya mengeluh dan kalau boleh saya mengkritik, bukanlah mall yang saya butuhkan tapi rindangnya pohon dan area hijau untuk kesejukkan kota. Bukanlah keramaian mobil atau motor jika dengan berjalan kaki atau bersepeda saja bisa untuk menyusuri jalanan perkotaan.

Apa mesti saat lebaran saya tetap di Jakarta agar bisa merasakan kesunyian kota dan kesejukan udaranya?

Tetapi begitulah zaman, semakin maju akan semakin ramai. Kita pun tidak boleh menyalahkan keadaan itu. Biarkan mereka juga menikmati bagian keindahan kota yang menarik untuk dicintai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline