Sudah menjadi barang umum ketika ada sesuatu yang menghebohkan selalu menjadi viral di sosial media. Kali ini datang dari Chitato, snack kentang bergelombang yang sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Pada awalnya, saya melihat dari beberapa akun sosial media tentang keunikan kemasan atau varian rasa baru yang menurut saya unik. Rupanya, Chitato berkolaborasi dengan Indomie Goreng untuk menciptakan varian rasa baru produk mereka. Chitato adalah produk dari PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, yang merupakan produsen berbagai jenis makanan dan minuman. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 14 Agustus 1990 oleh Sudono Salim dengan nama PT. Panganjaya Intikusuma yang pada tanggal 5 Februari 1994 menjadi Indofood Sukses Makmur. Tidak mengherankan jika Chitato seperti berkolaborasi dengan sodara tua-nya yang sukses menjaga nama besar dinasty Indofood.
Cukup rasional ketika memilih Indomie Goreng sebagai varian rasa, karena Indomie mungkin juga sudah melekat dalam keseharian masyarakat yang sangat familiar dengan produk Indomie Goreng dan juga sangat banyak peminat. Ini adalah sebuah branding produk yang sangat jenius, ketika Chitato yang notabene sebagai salah satu snack pelopor keripik kentang kemasan di Indonesia, berkolaborasi dengan Indomie goreng yang bahkan diklaim sebagai mie goreng ter enak di Indonesia. Dalam segi promosi, kedua brand ini sama-sama akan mendapat feedback yang sama-sama baik dalam penjualan karena sama seperti mempromosikan dua produk dalam satu kemasan. Strategi pemasaran yang sangat hebat ketika saya pertama melihat wujud kemasan Chitato Indomie Goreng ini pertama kali lewat twitter, kemudian gambarnya juga banyak tersebar di Path, Facebook maupun Instagram. Bahkan, saya sempat melihat di Instagram ada yang menjual Chitato Indomie goreng sampai dengan harga mahal. Fenomena ini kemudian merambah ke beberapa e-commers yang juga menjual kesuksesan branding produk dari Chitato ini.
Kesuksesan branding produk Chitato dengan varian rasa Indomie Goreng ini tak lepas dari strategi promo yang dilakukan di sosial media, pasalnya untuk iklan official di televisi belum ada. Mungkin di era digital seperti ini, orang-orang khususnya remaja ataupun dewasa mungkin sudah mengurangi porsi menonton televisi dan lebih nyaman mengadopsi informasi lewat sosial media dan media online. Padahal, pangsa pasar remaja sampai deasa adalah pangsa pasar yang banyak dibidik karena daya beli yang tinggi akan sebuah produk. Kondisi ini belum pernah terjadi sebelumnya, di mana berbagai informasi bahkan hingga urusan rumah tangga bisa kita dapatkan lewat online.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H