Lihat ke Halaman Asli

Erwin Sulistiono

Sarjana Tekhnik Informatika

Kontroversi dan potensi konflik Pergub DKI No.132 Tahun 2018

Diperbarui: 8 April 2019   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada 1 April lalu PT Sukses Indah Prima yang di sponsori oleh SIP Law Firm Pimpinan Ibu Safitri Hariyani Mengadakan diskusi Panel tentang Peraturan Gubernur DKI No. 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik (Pergub PPRSM), Dengan diikuti sekitar 50 peserta dan media pers, diskusi mengupas topik potensi kontroversi dan konflik yang mungkin timbul akibat pergub ini.

Acara seminar ini menghadirkan tiga orang narasumber yang kompeten di bidangnya, yaitu Meli Budiastuti selaku Kepala Bidang (P3M) Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta, Dr. Abdul Salam, S.H., M.H. selaku Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan Firdhonal, S.H., S.Pn., M.Kn selaku Notaris dan PPAT. Adapun yang menjadi moderator acara adalah Mualim Wijoyo selaku Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Pengelolaan Rumah Susun.

Ketiga narasumber memberi paparan yang membuka wawasan peserta dalam menyikapi terbitnya Pergub PPRSM ini.

Meli menuturkan Pergub PPRSM ini diterbitkan untuk menyelesaikan permasalahan yang kerap terjadi dalam Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Salah satunya terkait hak suara dalam pemilihan pengurus dan pengawas PPPSRS.

"Pelaku pembangunan masih sebagai pemilik unit satuan rumah susun (sarusun) karena belum terjual seluruhnya, sehingga bila dihitung berdasarkan NPP maka akan mendominasi dalam pemilihan pengurus," tutur Meli.

Pasca diterbitkannya Pergub PPRSM ini, PPPSRS melakukan penyesuaian AD/ART, struktur organisasi, dan tata tertib penghunian.

"Jadi ini adalah hal utama yang harus dilakukan oleh PPPSRS yang sudah berbadan hukum. Ada 195 PPPSRS yang sudah disahkan oleh Gubernur, dan ini yang menjadi target utama daripada Pergub ini, dengan diberi batas waktu sampai 3 bulan," ungkap Meli.

Selaku akademisi, Abdul Salam menyoroti ketentuan Pergub PPRSM yang mengatur pembatasan pemberian kuasa oleh pemilik rusun. Pemilik rusun perorangan hanya diperbolehkan untuk memberikan kuasa kepada keluarga terdekat jika berhalangan hadir, sedangkan dalam Hukum Perdata tidak ada limitasi dalam hal pemberian kuasa.

"Kalau berdasarkan aturan KUHPerdata tentu kuasa boleh kepada siapa saja,"ujar Abdul Salam.

Sementara dari sudut pandang Notaris, Firdhonal mengungkapkan sumber persoalan yang bisa menjadi konflik adalah belum diterbitkannya Peraturan Pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam UU Rusun yang sudah terbit sejak tahun 2011.

"Sudah delapan tahun menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah namun hingga saat ini belum juga terbit," ujar Firdhonal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline