Lihat ke Halaman Asli

Erwin Mawati Ndraha

Mahasiswi unpam

Buang Segala Akar Pahit

Diperbarui: 6 Juli 2022   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap orang pasti pernah mengalami kepahitan hidup. Baik di rumah, di masyarakat, di tempat kerja, bahkan di gereja pun kita bisa mengalami kepahitan hidup.Pada dasarnya kita harus menentukan pilihan kita, apakah kita akan terus menjadi korban kepahitan tersebut ataukah melepaskan diri dari kepahitan itu.Pilihan yang lebih baik dan yang juga Tuhan kehendaki ialah kita melepaskan diri, kita tidak mau lagi berada di bawah kepahitan itu.Pada akhirnya yang harus kita lakukan ialah memberi pengampunan kepada orang yang telah menimbulkan kepahitan pada diri kita. Dan pada saat kita berhasil memberi pengampunan pada saat itulah kita lepas menjadi korban dari kepahitan itu. Seringkali yang membuat kita pahit adalah orang-orang yang terdekat dengan kita, orang yang kita percaya, orang yang kita kasihi.Dalam kehidupan ini banyak orang mengalami kepahitan dalam hati oleh karena masalah dan penderitaan yang terjadi.  Kepahitan hidup yang luar biasa juga dialami dan dirasakan oleh kita ketika masih berada di  dunia ini.

Pernahkah saudara mengalami pedihnya difitnah, atau merasakan kekecewaan yang berat karena dikhianati?? Semua orang pasti pernah merasakannya. Menyakiti dan tersakiti merupakan hal yang mungkin terjadi dalam kehidupan kita, baik itu dalam kehidupan berkeluarga, relasi antar sesama, rekan kerja, bahkan rekan sepelayanan. Perkataan kasar, penghinaan, penghakiman, dan perbuatan melecehkan yang ditujukan kepada kita dapat mengakibatkan "luka" yang mendalam. Jika dibiarkan begitu saja, luka tersebut akan bertumbuh menjadi akar kepahitan, yang berakibat buruk bagi diri sendiri, maupun orang lain di sekitar kita.

Salah satu dampak yang paling buruk adalah terganggunya kesehatan rohani kita, sehingga dalam kehidupan kita sulit untuk bersyukur, kehilangan kebahagiaan, enggan melakukan Firman Tuhan, bahkan menjauh dari Tuhan. Beberapa hal tersebut pun berdampak dalam relasi kita dengan sesama. Kita merasa menjadi satu-satunya orang yang terluka di dunia ini, sehingga kita menjadi egois, dan tidak mau memperdulikan orang lain. Kita tidak lagi memiliki kepekaan akan kesulitan yang orang lain rasakan. Memang kita perlu menyadari bahwa setiap kita terbatas dan memiliki kelemahan. Menangislah, jika memang rasa itu menyakitkan, tetapi segera bangkit, dan jangan larut dalam kepahitan tersebut.

Bacaan kedua hari ini mengingatkan kembali bahwa setiap kita harus menanggalkan manusia lama, dan mengenakan manusia baru. Sebagai manusia baru kita seharusnya tidak menyimpan amarah berkepanjangan. Jangan biarkan kemarahan tersebut merenggut kebahagiaan kita, bahkan membuat kita lupa akan berkat dan anugerah yang Tuhan berikan. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline