Lihat ke Halaman Asli

Erwin Alwazir

Karyawan Swasta

Pilkada Serentak Bebas Mahar, Percayakah Anda?

Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang petinggi partai dengan kalem memyatakan partainya bersih dari mahar-maharan dalam mengusung calon di Pilkada serentak kelak. Artinya siapapun bebas mendaftar termasuk pencuri kelas teri sekalipun. Gratis. Tanpa biaya dan ikatan. Didukung dengan halal, selama taat pada partai yang menugaskan.

Sekilas pernyataan ini sangat melegakan kita semua.  Memang sudah lama kita menginginkan pemilu atau pilkada yang bersih dari intimidasi,  bebas dari persekongkolan kelas tinggi, merdeka dari janji-janji palsu; dan cukuplah pernyataan ini memberikan harapan pada kita semua, bahwa mereka yang terpilih karena hat nurani, biasanya lebih amanah dibanding mereka yang meraih kekuasaan lewat kekuatan materi. 

Namun, percayakah kita pada dongeng yang bercerita tentang pentingnya kejujuran dalam meraih sesuatu tersebut?

Bagi saya pernyataan-pernyataan tersebut ibarat "sri gunung". Puncaknya Indah dari kejauhan, namun setelah di daki  yang ada hanyalah bau busuk belerang. Keindahan senyap sia-sia. Dan yang tersisa saat kita berada di sana  hanyalah rasa lelah. Siapa saja pasti kecewa ketika puncak yang dikagumi menghilang saat di daki. 

Perilaku politisi dan parpol sekarang tak jauh beda. Mereka kerap bicara kejujuran dengan menyulap keculasan. Tak sedikit di antara mereka kelak yang tersandung perkara, sudah begitu  suka juga tersandung  gairah istri muda.  Kesandung yang pilih-pilih tebu. Miungkin kesandung istri tua sudah lumrah, kesandung istri muda beda rasanya. Eit, jangan parno. Maksudnya kesandung tentu berkaitan dengan keinginan seseorang untuk memanjakan istri mudanya, makanya rakus banget mengumpulkan materi yang berakibat kesandung  sadapan KPK.

Apa yang saya sebut itu sebuah fakta. Fakta bahwa sebuah kejujuran terkadang hanyalah polesan pemanis bagi seorang politisi. Masalahnya, walau dari dulu kita tahu mayoritas politisi sekarang bermain politik uang dalam meraih suara, kita masih saja terbuai dengan janji-janji mereka. Sayangnya, kita tak punya kuasa untuk menyeret mereka ke penjara, karena dari info yang saya dengar dari planet Mars, penegakkan hukum di negeri ini teramat lemah. 

Walau begitu, kita masih percaya masih ada politisi bernurani di negeri ini. Mereka memang minoritas yang ditenggelamkan oleh kepongahan mayoritas. Boleh frustasi karena mental dewan yang korup. Di pilkada serentak semoga mereka yang terpilih adalah sosok yang bersih. Bebas dari mahar- maharan dari segala penjuru. Bukan bebas mahar dari depan, di belakang tetap wajib bayar!

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline