Hampir sebagian besar dari kita pernah mendengar istilah “reuni”. Dalam istilah bahasa reuni diartikan pertemuan kembali antara satu dua orang atau lebih setelah sekian lama berpisah. Mereka yang bertemu kembali ini umumnya dilandasi oleh perjuangan yang sama, sekolah yang sama atau kesukaan yang sama. Koruptor yang sama-sama pernah mendekam di penjara Cipinang juga bisa saja mengadakan reuni. Asal jangan terlalu gembar-gembor di media sebab bisa mengundang kedatangan para demonstran anti korupor beserta bom molotov.
Lamanya perpisahan ketika kelompok atau lembaga memutuskan untuk mengadakan reuni biasanya diukur dalam bilangan setelah sekian tahun. Kalau baru kemarin berpisah dan hari ini ketemu kembali itu namanya bukan reuni. Entah apa istilah yang cocok untuk kegiatan terakhir. Namun dalam istilah agama mungkin divonis sebagai sebuah silaturahim semata. Makin banyak silaturahim, makin banyak rezeki. Kemungkinan untuk berhutang atau menagih pinjaman hutang juga makin gede. Hiks...
Umumnya pihak yang paling gemar mengadakan reuni ini berasal dari lingkungan pendidikan dan perguruan tinggi. Yang paling sering mengadakan tentu alumni-alumni sekolah pada jenjang menengah seperti lulusan SMU atau SMK. Kalau untuk perguruan tinggi biasanya jarang mengadakan reuni. Kesan selama kuliah tidak seindah masa-masa SMA.Ketika kuliah kita praktis telah tumbuh menjadi pribadi yang lumayan dewasa dibanding Saat SMU. Di SMU kita cenderung mencari identitas diri, pamer kebengalan, mulai merasakan debar-debar cinta yang menggemaskan. Sampai perbuatan yang tidak disukai oleh guru pun identik dengan masa-masa tersebut. Katakanlah mulai mengenal rokok, menjahili sesama warga sekolah, saling mem-bully, bahkan sampai ada yang diakhiri dengan perang bogem-mentah aka tawuran.
Praktis semua kesan selama sekolah di jenjang menengah, melekat semua dalam ingatan kita. Suka dukanya selalu teringat saat kita bertemu dengan sahabat lama. Tak heran jikaajang reuni dijadikan pilihan yang pas untuk mengenang semua itu.
Sayangnya, banyak kegiatan reuni yang kita lihat atau yang pernah kita ikuti, cenderung menempatkan mereka yang telah sukses sebagai pelaku utama. Para alumni yang telah mapan ini menjadi motor penggerak utama. Proposalnya mereka, dananya sebagian dari mereka, panitianya dari kalangan mereka, nyambut tamu agung ya juga mereka, ngisi acara tetap mereka, pidatonya juga berasal dari mereka. Cuma giliran pasang tenda atau susun bangku undangan para alumni yang sukses ini terkadang tak kelihatan batang hidungnya.
Sebuah reuni yang dimaksudkan sebagai ajang melepas rindu antar warga sekolah akhirnya menjadi ajang pamer keberhasilan. Pembagian kasta secara tak sengaja terjadi begitu saja. Jangan heran akhirnya dalam sebuah reuni yang diadakan, animo alumni akhir-akhir ini untuk menghadiri reuni tersebut makin berkurang.
Saya sendiri pernah diajak mengadakan kegiatan reuni di sekolah bersama teman-teman satu angkatan. Tapi karena polahnya masih pamer sukses semata, dari 300 ratusan alumni dalam satu angkatan, hanya di bawah 50 orang yang hadir. Yang paling banyak hadir justeru tamu undangan di luar Alumni plus adik-adik SMU yang ditugaskan mengisi acara. Ketika bertanya dengan teman yang tidak hadir padahal mereka bisa meluangkan waktu, jawabannya sama. Buat apa dihadiri kalau manfaatnya hanya sebatas pamer.
Siapapun memahami kekecewaan tersebut.
Untuk ke depan, siapapun yang akan menggelar reuni, jelas harus mempertimbangkan perasaan teman-teman kita yang belum berhasil. Tempatkan mereka di posisi yang layak, bukan sekedar pekerja semata hanya karena dalam kehidupan sehari-hari nasib baik belum berpihak pada mereka. Perlu juga dilakukan pendataan yang komprehensif sehingga ketika mengadakan reuni, mayoritas teman dalam satu angkatan hadir. Kalau basis datanya Cuma berisi data-data alumni yang sudah menjadi dokter, perwira TNI, anggota dewan dan sebagainya, jelas kegiatan reuni yang digelar tak akan begitu semarak.
Kenyatannya memang, tak semua teman satu angkatan kita menjadi orang sukses dalam berbagai bidang. Malah zaman saya sekolah dulu, mayoritas teman satu angkatan banyak yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena berbagai faktor. Rata-rata mereka pulang ke duson (desa) dan kembali memegang pacul dan pangkur. Sebagian merantau ke Jawa dan bekerja sebagai buruh pabrik. Sisanya mungkin duduk manis di pelaminan. Hehehe...
Alangkah indahnya kalau kegiatan Reuni yang diadakan selain untuk membangkitkan kembali semua kenangan, juga membangkitkan kembali semangat rekan-rekan kita yang nasibnya belum beruntung. Dan itu lebih baik daripada sekedar pamer diri, pamer gelar, pamer jabatan atau pamer-pamer lainnya.