Lihat ke Halaman Asli

Erwin Alwazir

Karyawan Swasta

PSSI Mengenal Pengatur Skor Sea Games 2015

Diperbarui: 23 Juli 2015   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Fakta tersaji. Rupanya PSSI sejak lama sudah mengetahui adanya pengaturan skor di lapangan sepak bola. Pelakunya bukan dari kalangan ISIS atau GIDI, tapi dari lingkungan internal PSSI yakni kalangan pengadil alias wasit.

Pengakuan ini diungkap sendiri oleh Direktur hukum PSSI Aristo Panggaribuan pasca tertangkapnya Nasiruddin oleh Biro investigasi praktik korupsi Singapura (CPIB). Nasiruddin tertangkap tangan mengatur skor laga pembuka grup B antara Malaysia kontra Timor Leste diajang Sea Games lalu.

Menariknya, negara yang menjadi korban pengaturan skor punya kasta berbeda. Malaysia kita kenal sebagai negara yang sangat konsekuen dalam menegakkan aturan. Kompetisi Sepakbola mereka sangat kondusif. Andik yang bermain di sana merasakan itu dan enggan meninggalkan Selangor FA.  Klub Singapura juga betah bermain di kompetisi Malaysia dari pada Indonesia. Tolok ukurnya memang kredibelitas, integritas dan suasana yang kondusif.

Lalu Timor Leste. Negara termuda di ASEAN ini tentu tertinggal segalanya dari Malaysia.  Derajat Malaysia sudah di atas Timor Leste. Tapi  kenapa keduanya bisa diaduk-aduk oleh mafia?

Dikaitkan dengan pengakuan dari PSSI mengenai Nasiruddin adalah jawabnya. PSSI dengan kelu terpaksa menyatakan keberadaan mafia yang kerap menciderai azas sportifitas di lingkungan sepak bola itu memang benar adanya.  Nasiruddin mungkin salah satu contohnya. Mungkin juga udin-udin yang lain seperti Nurdin Khalid atau Jamaludin Aziz? Untuk nama yang terakhir sungguh mampus saya tidak kenal.

Seperti politisi korup, Mafia memang cerdik. Licik, dan punya segudang akal bulus untuk memanfaatkan peluang.  Mereka  tak kenal kasta dalam memilih korban. Jangankan liga sekelas nusantara, liga berkelas dunia seperti seri A di Italia saja sukses mereka geogoti.

Saking lihainya para mafia ini, terlambat disadari publik, oknum pejabat FIFA sendiri banyak yang  jatuh ke dalam pelukan para mafia. Pergerakan mereka memang sukar diendus, baik oleh drone maupun anjing pelacak. Namun ketika bukti sudah didapat seperti tertangkap tangan, maka hukum ditegakkan sebagaimana yang berlaku di Singapura.

Inilah mungkin dilema bagi PSSI. Mereka mempercayai mafia itu ada, namun kesulitan untuk mengungkap kasusnya. Kasus Nasiruddin yang dulu terlibat pengaturan skor bersama Djafar Umar hanya berakhir dengan pemberian sanksi. Nasiruddin di hukum 10 tahun tidak boleh aktif di dunia sepak bola, Djafar umar kena 20 tahun. Alasannya tak cukup bukti untuk dilaporkan ke kepolisian. Alasan ini memang masuk akal. Polisi sendiri sulit mengungkap kasus dugaan pengaturan skor Timnas Indonesia diajang Sea Games lalu. Alasannya tentu sama, tak cukup bukti awal untuk dituntaskan.

Berteriak soal adanya mafia memang mudah, yang sulit itu mengungkap keberadaan mereka dengan cara tertangkap tangan ala Singapura. Tugas PSSI sekarang adalah menyerahkan “daftar hitam”  orang-orang yang ditengarai punya andil merusak sepak bola nasional. Tahu tentang sepak terjang Nasiruddin, PSSI mestinya tahu juga siapa-siapa sohib Nasiruddin yang turut andil mengembangkan kanker di tubuh persepakbolaan nasional. Rilis daftar mereka. Ungkap semua kejadian yang telah lalu atau yang tengah diselidiki. Serahkan daftar itu ke Kabareskrim. Biarkan hukum yang “menghabisi” keberadaan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline