Lihat ke Halaman Asli

Erwin Alwazir

Karyawan Swasta

Benarkah Arab Saudi Didukung ISIS dan Al-Qaedah?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca artikel salah seorang Kompasianer (silahkan lacak sendiri)  mengenai perang yang terjadi di Yaman, setelah saya baca dari A-Z,  nampak sekali kesan  subjektifitasnya. Di awal artikelnya penulis tadi dengan gegabah menyebut Pakistan ikut terlibat dalam peperangan tersebut. Padahal seperti yang kita ketahui, parlemen  Pakistan dengan suara bulat menolak ajakan Koalisi Teluk untuk melumpuhkan pemberontakan Houthi di Yaman dengan kekuatan senjata. Pakistan berusaha netral dan bersama Turki lebih memilih jalur diplomasi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi (sumber).

Kurang tahu dari mana penulis tadi  mendapat informasi kalau kemudian Pakistan berubah pikiran dan  ikut “berpesta” dalam perang yang identik dengan memerangi harkat kemanusiaan  tersebut. Mudah-mudahan warga Indonesia yang berdarah Pakistan memaafkan kekhilafan penulis yang artikelnya tengah “dikuliti”. Hehehe...

Hal lainnya, pada paragraf selanjutnya penulis yang tetap akan saya rahasiakan namanya tadi menyatakan,” Serangan koalisi Arab bertujuan melumpuhkan milisi Al Houthi yang melawan pemerintah pusat yang otoriter dipimpin oleh Presiden Yaman Abd Rabbuh Mansur al-Hadi.

Lagi-lagi penulis gegabah menyampaikan informasi. Pemimpin otoriter produk Yaman justeru disandang oleh Ali Abdullah Saleh, mantan presiden yang digulingkan oleh Rakyat Yaman pada 2012. Penggulingan Saleh juga didukung oleh Houthi yang sudah lama tidak menyukainya. Kudeta terhadap Saleh bukan tanpa sebab. Ini merupakan dampak dari  Arab Spring yang melanda kawasan Arab dan di mulai dari Tunisia sejak Desember  2010 lalu dengan cepat menyebar ke negara-negara Arab  lain seperti Mesir dan Suriah.

Rakyat Yaman termasuk Houthi ikut terpancing untuk menuntut perubahan dengan motif politik, ekonomi dan demokratisasi. Hadi yang saat itu menjabat wakil presiden lalu diangkat oleh opisisi untuk menggantikan Ali Abdulah Saleh. Menjadi pertanyaan aneh kemudian ketika Ali Abdulah Saleh malah bersekutu dengan Houthi untuk menggulingkan Hadi yang didukung oleh dunia internasional, juga rakyat Yaman minus Houthi. Disinilah Iran dituding memainkan perannya. Iran dianggap  berusaha mengeskpor revolusi ala mereka ke negara-negara Arab dengan mengirimkan persenjataan. Peran Iran yang didukung Rusia ini konon terjadi di Lebanon mempersenjatai sipil bersenjata seperti Hizbullah. Wajar jika kemudian Arab Saudi, UEA dan negara lain disekitarnya menjadi cemas dan terpaksa memenuhi permintaan Hadi untuk mengatasi Houthi. Sekali lagi, sipil bersenjata identik dengan kekerasan dan peperangan, hal inilah yang dikhawatirkan oleh semua pihak termasuk oleh AS sebagai sekutu Saudi di Timur-Tengah.

Bukti lain kalau Hadi bukanlah pemimpin otoriter terlihat ketika ia  mengundurkan diri sebagai presiden pada Januari 2015 setelah pemberontak Houthi menyerang Istana PM dan kperesidenan. Hadi dengan jiwa besar mundur dari jabatan  untuk mencegah pertumpahan darah meluas di Yaman. Mundurnya Hadi bukan dimanfaatkan oleh Huothi untuk menata pemerintahan yang mereka anggap rusak dengan melibatkan seluruh rakyat Yaman. Tetapi  Houthi berbekal senjata dan bantuan dari tentara loyalis  Saleh malah mengumumkan pemerintahan sepihak membuat rakyat Yaman marah dan dari sinilah pergolakan di mulai.

Menyoal Saudi Arabia yang dianggap penulis dibantu oleh ISIS dan Al-Qaedah dalam memerangi Houthi juga sangat absurd. Entah dari mana penulis menyimpulkan pandangannya kalau Arab memang sohiban dengan ISIS atau Al-Qaedah. Padahal, Arab Saudi justeru ikut membantu AS memerangi ISIS di Suriah dan membasmi Al-Qaedah (AQAP) di Yaman. Lalu bagaimana mungkin Arab Saudi bersahabat dengan keduanya di tanah yang sama? Yang jelas, kesan Arab Saudi dibantu ISIS dan AL-Qaedah muncul karena kedua  kelompok radikal ini turut memetik keuntungan dengan timbulnya pergolakan di Yaman. Mereka seolah sehati untuk menghadapi Houthi atas dasar perbedaan ideologi. Sejatinya mereka bermusuhan dan saling gempur di tanah Yaman.

Mengenai kelompok teroris yang dimaksud Saudi seperti yang dipersoalkan oleh penulis seolah merujuk pada Iran, tentulah agak semberono juga. Arab Saudi sendiri dengan terus terang menyatakan ISIS adalah musuh mereka sebagaimana Al-Qaedah yang juga dimusuhi Saudi karena watak radikalnya. Faktanya Osama selaku pendiri Al-Qaedah terusir dari Saudi dan tidak pernah diakui oleh Saudi sebagai warganegara yang baik.

Kesimpulan lain yang perlu dikritisi adalah pernyataan si penulis artikel  seolah-olah serangan Saudi dan sekutunya bermotif pada ekonomi. Ini juga keliru besar. Arab Saudi salah satu negara terkaya di dunia. Yaman dapat hidup karena bantuan Arab saudi juga. Yaman sendiri dikenal sebagai negara Arab paling miskin. Tambang minyaknya hanya secuil dari volume tambang Arab Saudi. Hasilnya tak akan seberapa. Malah hasil tambang Yaman mungkin masih kalah dengan pemasukan rutin Arab Saudi dari pengelolaan ibadah haji.

Yang konyol dari artikel saudaraku Imam Kodri (nah, ketahuan mas Imam Kodri penulis artikelnya) yakni  ketika dia membuat kesimpulan :

3. Temuan baru di perbatasan Yaman Utara dengan Arab Saudi Sumber Minyak yang terbesar. Jika Houthi yang berada di Yaman utara menguasai sumber minyak tersebut karena wilayah geografisnya lebih rendah maka minyak Saudi diperut bumi bakalan terserap habis mengalir ke wilayah Yaman Utara tempat Houthi bermukim.

Hehehe, kesimpulan Imam bikin ahli pertambangan senyam-senyum. Jangankan minyak yang rada-rada kental, lava saja sampai sekarang tak pernah tersedot ke  kawasan terendah dari bumi. Semua punya alur masing-masing, Mas.

Yang perlu kita ingat dalam kasus Arab vs Houthi, keduanya berperang bukan mengatasnamakan antara Sunni vs Syiah, tapi antara sahabat rakyat Yaman berhadapan dengan kaum pemberontak seperti Houthi. Di negara mana saja, sebelum pemberontak tersebut ikut “membagi bara” ke negara tetangga, maka tentunya negara terdekat merasa perlu  ikut campur memdamkan pemberontakan tersebut, apalahi jika yamg meminta bantuan justeru kepala negara Yaman beserta rakyatnya.

Jangan pernah menyebut pemberontak adalah pahlawan atau pihak yang wajib dibela. Pemberontakan merupakan bentuk lain dari musuh kemanusiaan!

Katakan tidak pada GAM, RMS, OPM,  ISIS, Al-Qaedah atau  Pemberontak Houthi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline