Lihat ke Halaman Asli

Erwin Alwazir

Karyawan Swasta

Menguak Persepsi Rakyat Australia terhadap Imigran

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Australia memang menjadi tujuan akhir para pencari suaka yang berasal dari Asia Selatan dan negara konflik sektarian lainnya dari Asia Tenggara. Selain dipandang negara yang maju, sistem demokrasi Austalia yang menjunjung tinggi hak asasi seseorang menjadi daya tarik tersendiri bagi para imigran yang tidak merasakan hal seperti itu di negara asalnya. Praktis mereka yang mencari suaka ke Australia kebanyakan bukanlah orang-orang terpelajar seperti halnya Snowden.

Akibatnya, dengan keterbatasan ilmu dan pemahaman bahasa yangminim menjadikan para imigran yang menetap di Australia ini menjadi beban sosial yang harus ditanggung oleh pemerintah negeri Kanguru. Sudah susah payah mereka menampung dan menyediakan lapangan kerja, tak jarang para imigran yang terlanjur menetap gagal beradaftasi dengan kultur rakyat Australia yangmulanya bersikap toleran.

Terjadinya pergesekan kultur tadi membuat rakyat Australia mulai mengambil jarak dengan para imigran dan pencari suaka baru yang dianggap dapat menimbulkan masalah bahkan kerusuhan sosial suatu hari nanti. Rakyat Australia mulai berani menentang kehadiran para pencari suaka tadi secara terbuka. Sebaliknya pemerintah Australia menyambut itu dengan membuat berbagai kebijakan yang kurang populer sebelumnya.

Kebijakan terakhir adalah “membuang” semua pencari suaka yang kepergok diperairan Australia ke wilayah Indonesia yang dianggap turut bertanggungjawab dalam masalah ini. Sebagai negara transit, Indonesia di mata Australia dianggap gagal mencegah kedatangan para pencari suaka tersebut ke tanah kanguru. Sikap kurang tegas pemerintah Indonesia ini dibalas oleh pemerintah Australia dengan menerapkan kebijakan turn back the boat. Para pencari suaka yang tertangkap akan dimasukan ke kapal baru yang berisi semua makanan dan fasilitas lain. Kapal ini diusir kembali ke perariran Indonesia dan dapat bertahan selama seminggu.

Tentu saja kebijakan Australia ini ditentang oleh Marty Natalegawa karena dianggap tak menyelesaikan masalah. Jika Indonesia kembali mengusir para pencari suaka tadi ke perairan Australia maka yang terjadi adalah permaianan petak-umpet gaya anak kecil yang tidak akan pernah selesai. Secara manusiawi kebijakan seperti ini kurang tepat di mata pemerintah Indonesia.

Pandangan Uni Eropa

Sikap Australiayang kurang bersahabat dengan negara tetangga dalam menangani pencara suaka ini sempat diutarakan oleh Duta Besar UE untuk Indonesia Olof Skoog. Dikatakan oleh Olof Skoog, negara-negara Eropa juga mengalami masalah pencari suaka seperti Australia. Namun, Eropa masih bisa menjaga hubungan baik dengan tetangganya.

"Hubungan antara Negara Uni Eropa (UE) dan Negara Afrika Utara sangat baik. Kami memberi bantuan dan melakukan kerjasama komprehensif dengan mereka," ujar Duta Besar UE untuk Indonesia Olof Skoog di sela Dialog Tingkat Tinggi Kerjasama Maritim ASEAN-UE di Hotel Le Meridien, Jakarta, beberapa waktu lalu sebelum Australia mengeluarkan kebijakan turn back the boat.

Pandangan UNHCR

Tak hanya Uni Eropa (UE) yang menyayangkan langkah-langkah reaktif pemerintah Australia, UNHCR juga menyangkan langka-langkah yang ditempuh pemerintah Australia dalam menangani kedatangan para pencarii suaka.

Perwakilan UNHCR, Richard Towle, mengatakan kepada televisi Australia ABC, "Keputusan memindahkan (pencari suaka) ini tidak tidak berarti lepasnya tanggung jawab Australia dalam memberikan perlindungan lebih lanjut."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline