[caption id="attachment_316094" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]
Kerusakan jalan menjadi hal biasa di berbagai daerah. Jangankan di propinsi kategori miskin, di DKI Jakarta saja walau memiliki anggaran yang berlimpah persoalan mengenai jalan rusak dan berlubang ini masih sering ditemukan. Dari sini muncul pertanyaan, siapa yang paling berwenang mengurusi jalan tersebut?
Di Indonesia, Berdasarkan administrasi pemerintahan dan untuk mewujudkan kepastian hukum, klasifikasi jalan secara ringkas diketagorikan menjadi dua, Jalan Nasional dan Daerah. jalan nasional ditangani oleh pusat melalui Direktorat Jenderal Bina Marga, sedangkan Jalan daerah dipecah menjadi tiga klasifikasi , yakni jalan Propinsi, Kabupaten dan kota. Wewenang mengurusi jalan ini tentu berada dipundak daerah masing-masing.
Akibat adanya klasifikasi ini terkadang publik dibuat bingung siapa yang paling bertanggungjawab ketika sebuah jalan tadi rusak. Yang mereka yakini selama ini namanya jalan raya itu milik dan tanggungjawab negara. Ketika terjadi acara lempar tanggungjawab menangani kerusaann jalan mereka jadi bingung siapa yang benar.
Gubernur dalam ramah tamah dengan ‘penggemarnya’ sendiri yang awam terkadang bilang jalan yang rusak itu bukan jalan propinsi tapi jalan kabupaten sehingga bukan menjadi tanggungjawabnya. Bupati malah menyindir walikota lain yang dianggap kurang mampu menangani kerusakan jalan yang membatasi kedua wilayah. Walikota tak mau kalah dan balik menyalahkan pusat yang telat mengucurkan anggaran. Pusat bingung padahal anggaran sudah dikucurkan tapi kok jalan yang diperbaiki rusak lagi becek lagi.
Ini hanya sekedar ilustrasi bagaimana kerusakan jalan terkadang dijadikan ‘senjata’ bagi seorang pejabat untuk menghindari kecaman publik. Media sendiri terkadang salah sasaran menayangkan berita. Tak satu kali mereka keliru menyalahkan pemerintah propinsi menyangkut jalan yang rusak padahal jalan nasional.
[caption id="attachment_316095" align="aligncenter" width="500" caption="Ilst. Jalan Rusak | Dok Kabar Sumatera"]
[/caption]
Kalau saya boleh berpendapat, memang sebaiknya masalah penanganan jalan ini dengan segala aspeknya langsung saja ditangani oleh pemerintah pusat. Klasifikasi jalan seperti di atas rasanya tak diperlukan lagi karena sarat dengan permainan anggaran. Jalan yang menghubungkan sebuah kecamatan ke kecamatan lain langsung saja diberi label jalan nasional. Yang tidak masuk jalan nasional mungkin hanya jalan kampung atau jalan yang menuju pelosok saja.
Pendapat ini bukan karena saya kurang percaya dengan kinerja penanganan jalan diluar tanggungjawab pemerintah pusat. Tapi demi efisiensi saja agar penanganan jalan sifatnya lebih terpadu dan komprehensif. Dengan pengalihan total wewenang ini tidak ada lagi pengalihan isyu atau anggaran bila kita menemukan jalan bergunung-gunung dan berlubang-lubang, apalagi diwarnai dengan lumpur ala Lapindo..
Keuntungan lainnya jika semua jalan dijadikan jalan nasional, tentu untuk menghindari korupsi berjamaah yang sering terjadi dalam anggaran pembangunan atau perbaikan jalan. Di sejumlah daerah banyak jalan yang yang baru diperbaiki dalam hitungan bulan kembali rusak. Semua diakibatkan oleh tender yang tidak jelas, korupsi material atau pelanggaran lainnya. Jikalau pemerintah pusat memangani langsung dan diawasi juga oleh media, tentu kerugian anggaran negara akibat perilaku korup ini dapat ditekan. Bisa saja daerah yang sering melanggar maka anggaran pembangunan jalannya di stop. Dengan begitu jelas siapa yang mesti disalahkan.
Referensi :
Batasan dan Devinisi Jalan Nasional
Klasifikasi Jalan Di Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H