Lihat ke Halaman Asli

Erwin Alwazir

Karyawan Swasta

Paling Tidak Enak Punya Anak Perempuan

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak alasan mengapa orang tua menginginkan anak pertama mereka laki-laki. Selain dianggap sebagai pelindung keluarga dikemudian hari, merawat anak pertama laki-laki lebih simpel, tidak serepot merawat anak perempuan. Anak laki-laki dianggap wakil keluarga yang pantas bila sang ayah tidak menetap di rumah suatu hari nanti. Bisa jadi karena faktor pekerjaan, perceraian (umumnya anak ikut ibu), atau katakanlah karena kepala keluarga yang bersangkutan. Otomatis peran sang ayah selaku pelindung dan penjaga kehormatan keluarga digantikan oleh anak laki-laki di rumah tersebut.

Memang selagi menanti kelahiran anak pertama mereka selalu pasrah terhadap pemberian atau titipan yang maha kuasa. Pokoknya terserah yang memberi.Mau laki-laki atau perempuan sama saja. Yang penting sehat. Suami-istri biasanya sepakat denga hal ini. Namun suaminya terkadang suka selingkuh pernyataan juga. Teramat sering kita mendengar calon bapakngobrol dengan temannya bahwa dia sangat menginginkan anak laki-laki sebagai anak pertama perkawinannya. Di depan istri lain, dengan teman seobrolan juga lain.

Kesannya, memangcalon seorang ayah selalu berdoa agar anak pertamanya laki-laki sebagai penyambung trah keluarga. Anak perempuan hanya bikin repot dan boros! Pehatikan saja. Anak laki-laki saat duduk di bangku SMP tak akan malu memakai baju kaos bergambar caleg level kampung. Tapi anak perempuan? Justeru orang tua yang malu si anak memakainya. Selain di pandang tidak pantas, saking sayangnya orang tua bila perlu baju yang dikenakan anaknya keluaran butik atau merek terkenal. Belu lagi soal bedak dan farfumnya. Setidaknya walau orang tua tidak melakukan itu, justeru anak gadisnya yang ingin tampil modis setiap hari.

Belum lagi beban pikiran saat anak gadisnya merangkak remaja. Semua orangtua pasti menaruh kekhawatiran yang tinggi, lebih rendah dibanding anak laki-laki. Kalau anak laki-laki dari pagi sampai maghrib tidak pulang, anggap saja dia pulang subuh. Saat bangun baru didamprat dengan bentakan dan omelan. Tapi kalau anak perempuan yang begitu? Repotnya bukan main. Sampai-sampai semua teman dan nomer hp mereka dipencet untuk menanyakan keberadaannya.

Seorang kenalan saya yang berusia 60 tahun juga sedih dengan anak perempuannya. Punya anak lima orang. Semuanya perempuan. Dari kecil di asuh, segala kebutuhan dipenuhi, malah semuanya disekolahkan sampaisarjana semua. Tapi habis menikah semua anaknya dibawa kabur suami-suami mereka ke seluruh Indonesia. Ada yang tinggal di Gorontalo, Pidie, Depok dan sisanya di Malang, Jawa Timur.

Kini tinggal dia dan istrinya di rumah. Menghabiskan masa tua dengan bercocok tanam. Dia sempat termenung melihat temannya yang punya anak laki-laki. Anak temannya ngotot tak mau jauh dari orang tua. Jadi mereka tinggal berdekatan. Seminggu sekali mengunjungi orangtuanya sambil membawa anak-anak kecil yang lucu dan manis. Begitu ramai dan tampaknya mereka sangat bahagia.

Kenalan saya tadi berpikir. Seandainya punya anak laki-laki semua, mungkin juga mereka memilih tinggal berdekatan dengan orang tua. Sang istri tentu ikut suami seperti kasus anaknya. Ramai betul rumahnya dengan tawa canda anak, menantu dan cucu yang lucu.

Tapi tak lama kenalan saya tadi meratapi nasibnya jauh dari anak cucu. Di tempat yang lain banyak juga anak laki-laki temannya yang bertingkah tengik. Kawin sampai dua tiga kali. Malah tak jarang mereka berebut harta warisan, padahal kedua orang tua masih hidup.

Dari sini dia bersyukur.Walau anaknya perempuan semua, tak ada yang brengsek seperti anak teman-temannya. Menantunya juga tergolong pria yang baik-baik dan taat pada agama. tak sia-sia dia dan sitrinya mendidik anak-anak perempuan mereka untuk teliti sebelum diperistri seseorang. Hasilnya, dia diberi 11 cucu yang ganteng dan manis. Akhlak mereka baik. Hasil didikan sang ibu yang mewarisi sifat kakek dan neneknya.

Hmm, ternyata enak juga punya anak perempuan semua kalau bahagia adalah akhirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline