Lihat ke Halaman Asli

Erwin Alwazir

Karyawan Swasta

Dewan Bagikan Dana Aspirasi, Parlemen Sepi

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

[caption id="" align="aligncenter" width="551" caption="KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN"][/caption]

Senayan sepi. Anggota dewan yang terhormat sudah kabur ke dapil masing-masing membawa dana aspirasi. Himbuan pimpinan DPR agar kesibukan di daerah pemilihan tidak mengganggu kewajiban sebagai wakil rakyat yang selalu setia menunggu datangnya keluhan pelanggan (Bca : rakyat) tak juga diindahkan. Para manusia cerdas tapi rada-rada suka melanggar hukum ini tetap saja minggat dan meninggalkan kursi mereka yang susah payah didapatkan dulu.

Pemandangan yang tidak aneh. Mereka memang rajin datang dan kompak kalau bicara anggaran. Yang malas jadi pura-pura sibuk di depan kamera. Setelah ketok palu maka rekening sudah menanti. Dikumpulkan sekian tahun dan menjelang hari eksekusi demokrasi, barulah mereka sibuk turun ke dapil masing-masing untuk mmenggalang suara demi sebuah kursi, tetapi disaat yang sama kursi itu malah ditinggalkan. Ada ketakutan yang seragam bagi dewan yang masih menjabat kalau mereka bakalan tak lagi dipilih rakyat.

Alhasil waktu yang tersisa ingin dimanfaatkan seefektif mungkin dengan mengerahkan semua sumber daya yang dimiliki. Mulai sumber daya ilmu, jaringan, uang, sampai sumber daya intimidasi dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan preman juga dikerahkan. Berbagai paguyuban dengan sekat-sekat etnis dan agama kembali dihidupkan. Jadilah mereka seperti pahlawan kepagian di mata orang banyak. Selalu mengumbar senyum dan uang bila membutuhkan belas kasihan.

Soal gedung dewan yang kosong, tak hanya senayan yang melompong sehingga dipandang rakyat sebagai “sarang hantu”. Pandangan yang sifatnya kembar identik ini nyaris terjadi di semua daerah. Mereka yang mau mengadukan nasibnya pada anggota dewan bingung karena tak menemukan orang yang dicari. Yang tersisa Cuma orang-orang yang sedikit berkepentingan namun dianggap vital seperti penjaga keamanan, sekretariat dewan, sampai tukang bersih-bersih Toilet yang baunya tak kalah dengan toilet penjara Quantanamo.

Walau sudah mengabiskan banyak anggaran untuk menangani bau ini, pengalaman saya di daerah, bau toilet anggota dewan memang paling sulit diatasi. Baunya lebih sadis dibanding toilet masyarakat kebanyakaan. Apalagi kalau dibandingkan dengan toilet alami milik warga di sungai-sungai. Sekali keluar langsung terbawa arus. Kalau toilet anggota dewan, sudah dikosongkan isinya tetap saja “bau yang lain” sudah melekat. Kurang tahu mereka “makan” apa sampai baunya begitu menyiksa hidung dan hidup kita. Nggak percaya? Kunjungi saja gedung dewan di daerah masing-masing. Masuki toilet mereka, kalo bersih berarti dewannya yang kotor. Kalo kotor memang begitulah watak mereka di mata mayoritas pemilih.

Untuk membantu pimpinan DPR mengatasi anggota dewan yang malas tadi, kita rakyat sebenarnya punya trik yang gampang. Catat nama dan asal parpol yang bersangkutan. Setelah itu anjurkan masyarakat sekitar kita untuk tidak memilih orang yang bersangkutan. Titik, nggak pake koma!

Baca Kompas.com yang berkaitan dengan Artikel ini.

Baca Juga

Setelah Al-Qur'an, KPK Bidik Pengelolaan Dana Haji




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline