Aksi FPI di Jum’at suci ini sungguh menjengkelkan. Di saat sebagian umat Islam di Indonesia dan mayoritas kaum muslimin sedunia bersiap mengumandangkan takbir menyambut perayaan Idul Adha, FPI justeru berulah dengan melakukan tindakan yang tidak terpuji.
Tak hanya merusak dan melempari gedung balai kota, kabarnya FPI melakukan pembakaran terhadap sebuah halte bus kota yang sama sekali tidak pernah menentang aksi mereka. Aparat yang bertugas mengamankan suasana juga tak luput dari sasaran. Belasan aparat terluka atau cidera.
Inikah yang disebut dengan kebebasan menyuarakan aspirasi? Inikah yang dimaksud dengan pembelaan terhadap segala sesuatu yang berbau Islam? Sesungguhnya saya pribadi tak pernah menitipkan aspirasi tersebut dan menolak tegas mereka menyatakan membela kepentingan umat.
Saya percaya mereka berhak berkumpul untuk menyatakan pendapat. Namun saya tak percaya perbuatan tersebut harus disertai kalimat yang mencaci-maki, melakukan perusakan, melempar batu atau melakukan pembakaran atas fasilitas umum. Itu namanya memaksakan kehendak, bukan pendapat. Dan kita semua pasti percaya bahwa demokrasi tidak pernah mengajarkan kita untuk memaksakan kehendak dengan tujuan mengkerdilkan faham dan keyakinan orang lain secara paksa. Pandangan seperti ini mesti ditolak karena kemajemukan memberikan kita berbagai cita rasa pilihan. Kalau mau disamakan percuma saja kita menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai motto dalam berbangsa dan bernegara. Tidak suka terhadap seseorang, tempuh mekanisme yang benar sehingga tidak merugikan hak orang lain. Bukan mendahulukan syahwat yang tidak pernah berkesudahan bila terus diikuti.
Ketidaksukaan ini bukan berarti saya membenci FPI. Sama sekali tidak. Saya merasa tak simpati saja dengan apa dan bagaimana cara mereka memperjuangkan sebuah pilihan. Saya juga tak menyalahkan aksi mereka. Saya hanya menyalahkan syetan yang masih berkuasa dalam diri mereka dan kita masing-masing. Dalam situasi seperti ini memang syetan layak disalahkan karena dia memenangkan pertempuran atas iman.
Dalam dunia politik, syetan itu umumnya memang mengusai lidah. Lidah siapa? Lidah oknum FPI yang suka memacu adrenalin, lidah Ahok yang menjadi lawan FPI. Termasuk lidah kita semua baik yang pro kontra terhadap dua pihak yang bersengketa. Lidah inilah yang sesungguhnya menjadi alat kekuasaan syetan untuk memicu pertengkaran. Kalau tak bisa menjaga sehingga memancing persoalan dan dapat mengorbankan orang lain, mending dipotong saja lidah-lidah yang sudah dikuasai syetan tadi.
Yakinlah, kalau tak punya lidah, tak ada yang merasa tersinggung atau tersakiti. Dengan begitu tak ada pertengkaran atas dasar iman. Tidak percaya? Silahkan potong lidah masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H