Drama di senayan belum berakhir. Kedua kubu masih melakukan lobi untuk meraih dukungan lintas Fraksi plus DPD. Keduanya masih bertahan dengan pilihan masing-masing. Yang satu menginginkan pemilihan ketua MPR dilakukan lewat muyawarah mufakat. Yang satunya karena merasa unggul suara tentu menginginkan voting.
Di tayangan TV musyawarah atau voting, Masing-masing kubu terus berbicara untuk meyakinkan rakyat. TV Kubu musyawarah menganggap voting itu tidak demokratis dan kurang beradab. TV voting sebaliknya dan menganggap msuyawarah tidak akan menyelesaikan masalah sehingga pilihan yang paling pas adalah voting terbuka. Kubu “bingung” ditampilkan oleh jubir DPD yang mengaku mengambil jalan tengah untuk merangkul kedua kubu dengan motto “Mengawal Merah Putih Untuk Indonesia Hebat”.
Di saat kedua kubu berjuang dengan terus mengutip nama rakyat, rakyat malah bingung untuk menentukan mana yang paling ideal, Musyawarah atau Voting?
Kilas balik dulu agar semua pembaca bingung.
Kubu Musyawarah yang dikomandoi Koalisi Indonesia Hebat bersandarkan pada sila ke-4. Bagi mereka musyawarah adalah kultur budaya bangsa yang harus dijaga. Tapi kenapa mereka menolak Pilkada tak langsung lewat DPRD dan memilih pilkada langsung alias voting suara rakyat dibilik suara? Mengagungkan msuyawarah kok menolak voting?
Kubu Voting yang dikomandoi Koalisi Merah Putih bilang musyawarah tak akan menyelesaikan masalah. Tapi kenapa mereka menetapkan Pilkada lewat musyawarah di DPRD dengan mengabaikan voting suara rakyat? Mengagungkan voting kok Pilkada-nya musyawarah antar Fraksi DPRD?
Kalau kita renungkan bersama, kedua kubu ini benar-benar membingungkan. Membawa-bawa nama rakyat tapi tidak konsisten dengan pilihan masing-masing. Salah besar kalau kita fanatik membela salah satu kubu. Makanya mending kedua kubu ini kita kritisi habis dari pada dibela-bela.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H