Tiap minggu Kompasiana pasti menggelar berbagai kegiatan lomba menulis untuk semua kompasianers yang telah terferifikasi. Hadiahnya selalu menggiurkan. Kamera, uang tunai, emas, falshdisc, sepatu bot atau jas anti hujan. Dua hadiah terakhir kemungkinan besar direncanakan saat menyambut ‘musim air jatuh dari langit’.
Siapa sih yang tidak tergiur mendapatkan hadia-hadiah itu? Saya sendiri selalu tergiur. Namun penyakit umumnya orang pemalas seperti saya dan mungkin penulis pemula lainnya seperti saya juga, adalah ogah mencari referensi-referensi yang njlimet. Sehingga dapat dikatakan lomba yang digelar Kompasiana terasa sedikit lebih berat dan ribet dibanding lomba menulis puisi atau cerpen yang sering digagas mitra Kompasiana melalui FB Fiksiana Community. Padahal hadiah yang ditawarkan FC tak tinggi-tinggi amat. Namun hebatnya peserta pada membludak setiap kali event digelar FC.
Gejala apakah ini dan apa penyebabnya?
Hmm, mungkin saja....
- Sebagian besar penulis di Kompasiana nggak mau berpikir ribet. Mereka maunya yang santai kuadrat.
- Mengikuti lomba menulis puisi atau cerpen persyaratannya dianggap lebih mudah dibanding lomba-lomba lintas tema yang digelar Kompasiana.
- Lomba menulis puisi atau cerpen tak terlalu menyita waktu saat ngumpuli bahan tulisan. Paling menyita gula dan kopi karena penulis dipaksa banyak merenung sambil memandang langit (Menunggu bintang jatuh?)
- Ngumpulin referensi terkadang mengurangi produktifitas menulis. Gara-gara ngumpulin dan mengolah bahan, sehari bisa menulis sebiji jadinya seminggu satu kali saja publish tulisan. Perhatian penulis mungkin terbetot pada ajang lomba.
- Yang terakhir dan mungkin ini yang paling sadis, mengikuti lomba itu hukumnya haram kata ISIS atau oknum FPI, kecuali menang!
Hahaha...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H