Kita tidak akan pernah tahu apa yang ada di kepala semua orang. Tapi kita tidak bisa menafikan bahwa kebenaran itu memiliki wujud yang nyata. Dalam kehidupan berbangsa maka wujud nyata dari kebenaran itu disahkan oleh UU dan perangkat l;ain yang mengaturnya. Ada lembaga yang berwenang mengaturnya. Konsekuensinya kita mesti taat selama UU tersebut masih berlaku. Jokowi adalah presiden sesuai UU dan itu adalah nyata serta benar. Ketua DPR dijabat Setya Novanto juga sesuai UU dan itu juga kenyataan dan benar. Koalisi KMP menguasai Parlemen sesuai dengan mekanisme dan UU, itu adalah benar. Koalisi KIH menguasai eksekutif dan bagi-bagi jatah jabatan antar rekan koalisi dan itu adalah realitas politik yang bernilai benar. Tak usah bertanya dengan ahli logika soal ini. Atau membuat Logika tandingan untuk membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Ketidkpuasan terhadap pelaksanaan UU berikut kelemahaannya tak harus membuat kita merasa paling benar sehingga koar-koar untuk menentang konstitusi. Apalagi jika sampai berasumsi negatif terhadap akar permasalahan. Kebiasaan kait-mengkaitkan mestinya bisda dihindari jika kita berpegang teguh pada azas hukum yang berlaku. Kebiasaan berkelit adalah contoh perilaku labil dalam menyikapi sesuatu. Manusia tipe begini biasanya jarang mampir di Pegadaian. Andai mereka mampi di sana, mereka akan menemukan motto brilyan dari Pegadaian, yakni “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah”. Artinya dengan mendukung segelintir manusia di Parlemen dari KIH, walau fraksi sama namun jumlah kursi beda, sama saja kita mendorong munculnya masalah-masalah baru dalam kehidupan kita.
Akhirnya saya tidak mengerti kenapa masih banyak orang yang mendukung DPR tandingan dengan segala dalih yang centang-perenang. Memang mayoritas rakyat Indonesia bahkan Jokowi-JK sendiri menolak wacana ini. Tetapi ada sebagian orang atau kelompok yang nampaknya sangat mendukung langkah ganjil tersebut. Mungkin karena terlalu cinta berlebihan terhadap sesuatu, atau mungkin terlalu cerdas dibanding dengan anggota DPR yang berlaga di dewan sana? Ah, kenapa anda tidak mencalon dulu untuk menggantikan peran Jokowi, Prabowo, Setya Novanto, Cak Imin, atau Fahri Hamzah? Saya yakin keberadaan anda akan bermuara pada 2 hal, DPR semakin hancur atau negara ini bubar!
Saya sendiri menolak keras adanya DPR tandingan. Tak perlu buka kamus hukum atau bertanya pada pakar UU, ahli hukum, akademisi, atau Kyai untuk meyakini bahwa perbuatan tersebut adalah salah dan tidak dapat dibenarkan! Malaikat saja Insya Allah sepakat soal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H